Template by:
Free Blog Templates

ISLAMIC

peperonity Mobile 
Community
Animasi islami




Kata Mutiara Islam - Disini anda bisa melihat aneka kumpulan kata mutiara Islami yang Tourworldinfo Community kutip dari Mutiara Hadits dari Para Imam. Kata mutiara Islam terbaru ini alangkah baiknya kita terapkan didalam kehidupan kita karena isinya mencakup kata cinta islami, kata mutiara cinta islam, kata bijak islami, kata islami tentang cinta yang dapat mendekatkan kita sekaligus mengigatkan kita atas kebesaran Allah SWT. Well, seprti apa kata mutiara Islam terbaru yang akan Tourworldinfo Community berikan? Eitz, sabar dulu karena semuanya pasti akan tersedia di blog ini...

Kata Mutiara Islam


Sebenarnya kata kata bijak islami atau kata mutiara Islam sudah banyak yang share di duniainternet ini. Akan tetapi Tourworldinfo Community akan memberikan kata mutiara islami terbaru khusus untuk para pengunjung setia Tourworldinfo Community yang sebelumnya telah membaca postingan Tourworldinfo Community tentang Sea Games Indonesia 2011, Kata Kata Bijak, Cara Menjadi Orang yang Beribawa dan tak ketinggalan pula Manfaat Makan Ikan, Ucapan Selamat Ulang Tahun yang semuanya menjadi postingan favorite Tourworldinfo Community.

Well, tanpa basa basi lagi kita langsung saja ke topik pembicaraan kita tentang kata mutiara islam yang akan kami tulis dan luapkan di blog ini. Seperti apa kumpulan kata bijak Islami ala Tourworldinfo Community yang kami dapatkan dari berbagai macam sumber yang ada. Cekidotttt...

Kumpulan Kata Mutiara Islam

=========================================
Kata Mutiara Islam dari Hadits Imam Ja‘far as
=========================================

Kata Mutiara Islam
• “Waspadalah terhadap tiga orang: pengkhianat, pelaku zalim, dan pengadu domba. Sebab, seorang yang berkhianat demi dirimu, ia akan berkhianat terhadapmu dan seorang yang berbuat zalim demi dirimu, ia akan berbuat zalim terhadapmu. Juga seorang yang mengadu domba demi dirimu, ia pun akan melakukan hal yang sama terhadapmu.”


Kata Mutiara Islam
• “Tiga manusia adalah sumber kebaikan: manusia yang mengutamakan diam (tidak banyak bicara), manusia yang tidak melakukan ancaman, dan manusia yang banyak berzikir kepada Allah.”


Kata Mutiara Islam
• “Sesungguhnya puncak keteguhan adalah tawadhu’.” Salah seorang bertanya kepada Imam, “Apakah tanda-tanda tawadhu’ itu?” Beliau menjawab, “Hendaknya kau senang pada majlis yang tidak memuliakanmu, memberi salam kepada orang yang kau jumpai, dan meninggalkan perdebatan sekalipun engkau di atas kebenaran.”


Kata Mutiara Islam
• Seorang laki-laki seringkali mendatangi Imam Ja‘far as, kemudian dia tidak pernah lagi datang. Tatkala Imam as menanyakan keadaannya, seseorang menjawab dengan nada sinis, “Dia seorang penggali sumur.” Imam as membalasnya, “Hakekat seorang lelaki ada pada akal budinya, kehormatannya ada pada agamanya, kemuliannya ada pada ketakwaannya, dan semua manusia sama-sama sebagai Bani Adam.”


Kata Mutiara Islami
• “Hati-hatilah terhadap orang yang teraniaya, karena doanya akan terangkat sampai ke langit.”


Kata Mutiara Islam
• “Ulama adalah kepercayaan para rasul. Dan bila kau temukan mereka telah percaya pada penguasa, maka curigailah ketakwaan mereka.”


Kata Mutiara Islam
• “Tiga perkara dapat mengeruhkan kehidupan: penguasa zalim, tetangga yang buruk, dan perempuan pencarut. Dan tiga perkara yang tidak akan damai dunia ini tanpanya, yaitu keamanan, keadilan, dan kemakmuran.”

=========================================
Kata-kata mutiara Islam dari Imam Baqir a.s.
=========================================
Kata Mutiara Islam
1. Jiwa yang agung
“Kuwasiatkan lima hal kepadamu: (1) jika engkau dizalimi, jangan berbuat zalim, (2) jika mereka mengkhianatimu, janganlah engkau berkhianat, (3) jika engkau dianggap pembohong, janganlah marah, (4) jika engkau dipuji, janganlah gembira, dan (5) jika engkau dicela, kontrollah dirimu”.

Kata Mutiara Islam
2.Akibat baik dan buruk
“Alangkah mungkin orang yang tamak kepada dunia akan mendapatkannya di dunia. Akan tetapi, ketika ia mendapatkan seluruhnya, dunia itu akan menjadi bala` baginya dan ia menjadi sengsara karenanya. Dan alangkah mungkin seorang membenci urusan akhirat. Akan tetapi, ia dapat menggapainya kemudian dan ia hidup bahagia karenanya”.

Kata Mutiara Islam
3. Keutamaan terbaik dan jihad terbaik
“Tiada keutamaan seperti jihad dan tiada jihad seperti menentang hawa nafsu”.

Kata Mutiara Islam
4. Ambillah nasihat yang baik
“Ambillah nasihat baik dari orang yang mengucapkannya meskipun ia tidak mengamalkannya”.

Kata Mutiara Islam
5. Indahnya kesabaran yang disertai dengan ilmu
“(Jika sesuatu digabung dengan yang lain), tidak ada gabungan yang lebih indah dari kesabaran yang digabung dengan ilmu”.

Kata Mutiara Islam
6. Kesempurnaan yang paling sempurna
“Kesempurnaan yang paling sempurna adalah tafakkuh (mendalami) agama, sabar menghadapi musibah dan ekonomis dalam mengeluarkan biaya hidup”.

Kata Mutiara Islam
7. Tiga kriteria agung
“Tiga hal adalah kemuliaan dunia dan akhirat: memaafkan orang yang menzalimimu, menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, dan sabar ketika engkau diperlakukan sebagai orang bodoh”.

Kata Mutiara Islam
8. Kontinyu dalam berdoa
“Sesungguhnya Allah membenci seseorang yang meminta-minta kepada orang lain berkenaan dengan kebutuhannya, dan menyukai hal itu (jika ia meminta kepada)-Nya. Sesungguhnya Ia suka untuk diminta setiap yang dimiliki-Nya”.

Kata Mutiara Islam
9. Keutamaan orang alim atas ‘abid
“Seorang alim yang dapat dimanfaatkan ilmunya lebih utama dari tujuh puluh ribu ‘abid”.

Kata Mutiara Islam
10. Dua karakter orang alim
“Seorang hamba bisa dikatakan alim jika ia tidak iri kepada orang yang berada di atasnya dan tidak menghina orang yang berada di bawahnya”.

Kata Mutiara Islam
11. Tiga pahala
“Jika mulut seseorang berkata jujur, maka perilakunya akan bersih, jika niatnya baik, maka rezekinya akan ditambah, dan jika ia berbuat baik kepada keluarganya, maka umurnya akan ditambah”.

Kata Mutiara Islam
12. Tinggalkanlah kemalasan
“Janganlah malas dan suka marah, karena keduanya adalah kunci segala keburukan. Barang siapa yang malas, ia tidak akan dapat melaksanakan hak (orang lain), dan barang siapa yang suka marah, maka ia tidak akan sabar mengemban kebenaran”.

Kata Mutiara Islam
13. Penyesalan di hari kiamat
“Orang yang paling menyesal di hari kiamat adalah orang yang berbicara keadilan dan ia sendiri tidak melaksanakannya”.

Kata Mutiara Islam
14. Buah silaturahmi
“Silaturahmi dapat membersihkan amalan, memperbanyak harta, menghindarkan bala`, mempermudah hisab (di hari kiamat) dan menunda ajal tiba”.

Kata Mutiara Islam
15. Berucap ramah dengan orang lain
“Ucapkanlah kepada orang lain kata-kata terbaik yang kalian senang jika mereka mengatakan itu kepadamu”.

Kata Mutiara Islam
16. Hadiah Ilahi
“Allah akan memberikan hadiah bala` kepada hamba-Nya yang mukmin sebagaimana orang yang bepergian akan selalu membawa hadiah bagi keluarganya, dan menjaganya dari (godaan) dunia sebagaimana seorang dokter menjaga orang yang sakit”.

Kata Mutiara Islam
17. Jujur dan melaksanakan amanat
“Bersikaplah wara’, berusahalah selalu, jujurlah, dan berikanlah amanat kepada orangnya, baik ia adalah orang baik maupun orang fasik. Seandainya pembunuh Ali bin Abi Thalib a.s. menitipkan amanat kepadaku, niscaya akan kuberikan kepadanya”.

Kata Bijak Islami
18. Perbedaan antara ghibah dan tuduhan
“Ghibah adalah engkau membicarakan aib (yang dimiliki oleh saudaramu) yang Allah telah menutupnya (sehingga tidak diketahui oleh orang lain), dan menuduh adalah engkau membicarakan aib yang tidak dimiliki olehnya”.

Kata Bijak Islami
19. Pencela dibenci Allah
“Allah membenci pencela yang tidak memiliki harga diri”.

Kata Bijak Islami
20. Tanda-tanda rendah hati
“(Engkau dapat dikatakan rendah hati jika) engkau rela duduk di sebuah majelis yang lebih rendah dari kedudukanmu, mengucapkan salam kepada orang yang kau jumpai, dan menghindari debat meskipun engkau benar”.

Kata Bijak Islami
21. Menjaga harga diri adalah ibadah terbaik
“Ibadah yang terbaik adalah menjaga perut dan kemaluan”.

Kata Bijak Islami
22. Sumber dosa adalah tidak kenal Allah
“Tidak akan bermaksiat kepada Allah orang yang mengenal-Nya”.

Kata Bijak Islami
24. Akal adalah makhluk Allah terbaik
“Ketika Allah menciptakan akal, Ia berfirman kepadanya: “Kemarilah!” Ia pun menghadap. Ia berfirman kembali: “Mundurlah!” Ia pun mundur. Kemudian Ia berfirman: “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih Kucintai darimu, dan Aku tidak akan menyempurnakanmu kecuali bagi orang yang Kucintai. Semua perintah, larangan, siksa dan pahala-Ku tertuju kepadamu”.

Kata Bijak Islami
25. Hisab atas dasar akal
“Sesungguhnya Allah akan menghisab hamba-hamba-Nya pada hari kiamat sesuai dengan kadar akal yang telah dianugerahkan kepada mereka di dunia.”

Kata Bijak Islami
26. Pahala guru dan murid
“Sesungguhnya pahala orang yang mengajarkan ilmu adalah seperti pahala orang yang belajar darinya, dan ia masih memiliki kelebihan darinya. Oleh karena itu, pelajarilah ilmu dari ahlinya dan ajarkanlah kepada saudara-saudaramu sebagaimana ulama telah mengajarkannya kepadamu”.

Kata Bijak Islami
27. Dosa mufti yang tidak berilmu
“Barang siapa yang mengeluarkan fatwa tanpa ilmu yang cukup, maka ia akan dilaknat oleh malaikat rahmat dan azab serta dosa orang yang mengamalkan fatwanya akan dipikul olehnya”.

Kata Bijak Islami
28. Ulama neraka
“Orang yang mencari ilmu dengan tujuan mendebat ulama (lain), mempermalukan orang-orang bodoh atau mencari perhatian manusia, maka bersiap-siaplah untuk menempati neraka. Kepemimpinan tidak berhak dimiliki kecuali oleh ahlinya”.

Kata Bijak Islami
29. Tanda-tanda seorang faqih
“Faqih yang sebenarnya adalah orang yang zahid terhadap dunia, rindu akhirat dan berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah SAWW”.

Kata Bijak Islami
30. Bergurau tanpa mencela
“Sesungguhnya Allah azza wa jalla menyukai orang-orang yang suka bergurau dengan orang lain dengan syarat tanpa cela-mencela”.

Kata Bijak Islami
31. Azab untuk tiga kriteria
“Tiga kriteria yang penyandangnya tidak akan meninggal dunia kecuali ia telah merasakan siksanya: kezaliman, memutuskan tali silaturahmi dan bersumpah bohong, yang dengan sumpah tersebut berarti ia telah berperang melawan Allah”.

Kata Bijak Islami
32. Yang disukai Allah
“Sesuatu yang paling utama di sisi Allah adalah engkau meminta segala yang dimiliki-Nya”.

Kata Bijak Islami
33. Kontinyu dalam doa
“Demi Allah, seorang hamba tidak berdoa kepada-Nya terus menerus kecuali Ia akan mengabulkannya”.

Kata Bijak Islami
34. Berdoa di waktu sahar
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang banyak berdoa. Oleh karena itu, berdoalah pada waktu ashar hingga matahari terbit, karena pada waktu itu pintu-pintu langit terbuka, rezeki-rezeki dibagikan dan hajat-hajat penting dikabulkan”

Kata Bijak Islami
35. Berdoa untuk orang lain
“Doa yang paling cepat dikabulkan adalah doa seorang hamba untuk saudaranya tanpa sepengetahuannya”.

Kata Bijak Islami
36. Mata-mata yang tidak akan menangis
“Semua mata pasti akan menangis pada hari kiamat kecuali tiga mata: mata yang bangun malam di jalan Allah, mata yang menangis karena takut kepada-Nya dan mata yang tidak pernah melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah”.

Kata Bijak Islami
37. Orang yang tamak bak ulat sutra
“Perumpamaan orang yang tamak bagaikan ulat sutra. Ketika sutra yang melilitnya bertambah banyak, sangat jauh kemungkinan baginya untuk bisa keluar sehingga ia akan mati kesedihan di dalam sarangnya sendiri”.

Kata Bijak Islami
38. Jangan berwajah dua
“Hamba yang paling celaka adalah hamba yang berwajah dan bermulut dua; ia memuji saudaranya di hadapannya dan menghibahnya di belakangnya, jika saudaranya itu dianugerahi nikmat, ia iri dan jika ia ditimpa musibah, ia menghinanya”.

=========================================
Kata Mutiara Islam
Perbanyaklah kamu mengingat mati, karena hal itu bisa membersihkan dosa dan menyebabkan kamu zuhud atau tidak cinta kepada dunia.(Rasulullah)

Kata Mutiara Islam
Keluarlah dari dirimu dan serahkanlah semuanya pada Allah, lalu penuhi hatimu dengan Allah. Patuhilah kepada perintahNya, dan larikanlah dirimu dari laranganNya, supaya nafsu badaniahmu tidak memasuki hatimu, setelah itu keluar, untuk membuang nafsu-nafsu badaniah dari hatimu, kamu harus berjuang dan jangan menyerah kepadanya dalam keadaan bgaimanapun juga dan dalam tempo kapanpun juga.(Syekh Abdul Qodir al-Jaelani)

Kata Mutiara Islam
Berteman dengan orang bodoh yang tidak mengikuti ajakan hawa nafsunya adalah lebih baik bagi kalian, daripada berteman dengan orang alim tapi selalu suka terhadap hawa nafsunya.(Ibnu Attailllah as Sakandari)

Kata Mutiara Islam
Orang yang suka berkata jujur akan mendapatkan 3 hal, yaitu : KEPERCAYAN, CINTA dan RASA HORMAT (Sayidina Ali bin Abi Thalib)

Kata Mutiara Islam
Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak.
(Sayidina Ali bin Abi Thalib)

Kata Mutiara Islam
Kejahatan yang dibalas dengan kejahatan pula adalah sebuah akhlaq ular, dan kalau kebajikan dibalas dengan kejahatan itulah akhlaq buaya, lalu bila kebajikan dibalas dengan kebajkan adalah akhlaq anjing, tetapi kalau kejahatan dibalas dengan kebajikan itulah akhlaq manusia.(Nasirin)

Kata Mutiara Islam
Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau harta itu akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan.(Sayidina Ali bin Abi Thalib)

Kata Mutiara Islam
Sabar memiliki dua sisi, sisi yang satu adalah sabar, sisi yang lain adalah bersyukur kepada Allah. (Ibnu Mas’ud)

Kata Mutiara Islam
Takutlah kamu akan perbuatan dosa di saat sendirian, di saat inilah saksimu adalah juga hakimmu. (Ali bin Abi Thalib)

Kata Mutiara Islam
Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku.(Umar bin Khattab)

Kata Mutiara Islam
Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan, oleh karenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk, maka perbuatan itu buruk. (Imam An Nawawi)

Kata Mutiara Islam
Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar. (Umar bin Kattab)

Kata Mutiara Islam
Dia yang menciptakan mata nyamuk adalah Dzat yang menciptakan matahari.(Bediuzzaman Said Nursi)

Kata Mutiara Islam
Penderitaan jiwa mengarahkan keburukan. Putus asa adalah sumber kesesatan; dan kegelapan hati, pangkal penderitaan jiwa.(Bediuzzaman Said Nursi)

Kata Mutiara Islam
Kebersamaan dalam suatu masyarakat menghasilkan ketenangan dalam segala kegiatan masyarakat itu, sedangkan saling bermusuhan menyebabkan seluruh kegiatan itu mandeg.(Bediuzzaman Said Nursi)

Kata Mutiara Islam
Menghidupkan kembali agama berarti menghidupkan suatu bangsa. Hidupnya agama berarti cahaya kehidupan.(Bediuzzaman Said Nur)

Kata Mutiara Islam
Orang yang terkaya adalah orang yang menerima pembagian (taqdir) dari Allah dengan senang hati.(Ali bin Husein)

Kata Mutiara Islam
Seseorang yang melihat kebaikan dalam berbagai hal berarti memiliki pikiran yang baik. Dan seseoran yang memiliki pikiran yang baik mendapatkan kenikmatan dari hidup.(Bediuzzaman Said Nur)

Kata Mutiara Islam
Pangkal dai semua kebaikan di dunia maupun di akhirat adalah taqwa kepada Allah.(Abu Sualeman Addarani)

Kata Mutiara Islam
Barang siapa tidak dicoba dengan bencana atau kesusahan, maka tidak ada sebuah kebahagiaan pun disisi Allah.(Adh-Dhahhak
 
CERITA ISLAMIC
  • Astagfirullah
    Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Rasulullah S.A.W sedang duduk bersama  para sahabat, kemudian datang pemuda Arab masuk ke alam masjid dengan  menangis.
    Apabila Rasulullah S..A.W melihat pemuda itu menangis maka baginda pun  berkata, “Wahai orang muda kenapa kamu menangis?” Maka berkata orang ; muda itu,”Ya
    Rasulullah S.A.W, ayah saya telah meninggal dunia dan tidak  ada kain kafan dan tidak ada orang yang hendak memandikannya.”
    Lalu Rasulullah S.A.W memerintahkan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. ikut orang muda itu untuk melihat masalahnya. Setelah mengikuti orang itu, maka
    Abu Bakar r.a dan Umar r.a. mendapati ayah orang muda itu telah bertukar  rupa menjadi babi hitam, maka mereka pun kembali dan memberitahu kepada  Rasulullah S.A.W,  “Ya Rasulullah S.A.W, kami lihat mayat ayah orang ini bertukar menjadi  babi hutan yang hitam.”kemudian Rasulullah S.A.W dan para sahabat pun  pergi ke rumah orang muda dan baginda pun berdoa kepada Allah S.W.T,  kemudian mayat itu pun bertukar kepada bentuk manusia semula.
    Lalu Rasulullah S.A.W dan para sahabat menyembahyangkan mayat tersebut.  Apabila mayat itu hendak dikebumikan, maka sekali lagi mayat itu berubah menjadi seperti babi hutan yang hitam, maka Rasulullah S.A.W pun bertanya  kepada pemuda itu, “Wahai orang muda, apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu sewaktu dia di dunia dulu?” Berkata orang muda itu, “Sebenarnya ayahku ini tidak mau mengerjakan shalat.”
    Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda, “Wahai para sahabatku,lihatlah keadaan orang yang meninggalkan sembahyang. Di hari kiamat nanti akan bangkitkan oleh Allah S.W.T seperti babi hutan yang hitam.”
    Dizaman Abu Bakar r.a ada seorang lelaki yang meninggal dunia dan sewaktu mereka menyembahyanginya tiba-tiba kain kafan itu bergerak.
    Apabila mereka membuka kain kafan itu mereka melihat ada seekor ular sedang membelit leher mayat tersebut serta memakan daging dan menghisap
    darah mayat. Lalu mereka coba membunuh ular itu.  Apabila mereka coba untuk membunuh ular itu, maka berkata ular tersebut,  “Laa ilaaha illallahu Muhammad Rasulullah, mengapakah kamu semua hendak membunuh aku? Aku tidak berdosa dan aku tidak bersalah. Allah S.W.T yang memerintahkan kepadaku supaya menyiksanya sehingga sampai hari kiamat.”
    Lalu para sahabat bertanya,”Apakah kesalahan yang telah dilakukan oleh mayat ini?”
    Berkata ular, “Dia telah melakukan tiga kesalahan, diantaranya :
    1. Apabila dia mendengar azan dia tidak mau datang untuk sembahyang berjamaah.
    2. Dia tidak mau keluarkan zakat hartanya.
    3. Dia tidak mau mendengar nasihat para ulama.
    ***
    Dari Sahabat
     
  • erva kurniawan 1:58 am pada 30 Januari 2012 Permalink | Balas  

    Berbulan Madu dengan Bidadari…
    Pada zaman Rasulullah SAW hiduplah seorang pemuda yang bernama Zahid yang berumur 35 tahun namun belum juga menikah. Dia tinggal di Suffah masjid Madinah. Ketika sedang memperkilat pedangnya tiba-tiba Rasulullah SAW datang dan mengucapkan salam. Zahid kaget dan menjawabnya agak gugup.
    “Wahai saudaraku Zahid….selama ini engkau sendiri saja,” Rasulullah SAW menyapa.
    “Allah bersamaku ya Rasulullah,” kata Zahid.
    “Maksudku kenapa engkau selama ini engkau membujang saja, apakah engkau tidak ingin menikah…,” kata Rasulullah SAW.
    Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku jelek, siapa yang mau denganku ya Rasulullah?”
    ” Asal engkau mau, itu urusan yang mudah!” kata Rasulullah SAW.
    Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan sekretarisnya untuk membuat surat yang isinya adalah melamar kepada wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan terkenal sangat cantik jelita. Akhirnya, surat itu dibawah ke rumah Zahid dan oleh Zahid dibawa kerumah Said. Karena di rumah Said sedang ada tamu, maka Zahid setelah memberikan salam kemudian memberikan surat tersebut dan diterima di depan rumah Said.
    “Wahai saudaraku Said, aku membawa surat dari Rasul yang mulia diberikan untukmu saudaraku.”
    Said menjawab, “Adalah suatu kehormatan buatku.”
    Lalu surat itu dibuka dan dibacanya. Ketika membaca surat tersebut, Said agak terperanjat karena tradisi Arab perkawinan yang selama ini biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan dan yang kaya harus kawin dengan orang kaya, itulah yang dinamakan SEKUFU.
    Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah?”
    Zahid menjawab, “Apakah engkau pernah melihat aku berbohong….”
    Dalam suasana yang seperti itu Zulfah datang dan berkata, “Wahai ayah, kenapa sedikit tegang terhadap tamu ini…. bukankah lebih disuruh masuk?”
    “Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar engkau supaya engkau menjadi istrinya,” kata ayahnya.
    Disaat itulah Zulfah melihat Zahid sambil menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Wahai ayah, banyak pemuda yang tampan dan kaya raya semuanya menginginkan aku, aku tak mau ayah…..!” dan Zulfah merasa dirinya terhina.
    Maka Said berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, engkau tahu sendiri anakku tidak mau…bukan aku menghalanginya dan sampaikan kepada Rasulullah bahwa lamaranmu ditolak.”
    Mendengar nama Rasul disebut ayahnya, Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, mengapa membawa-bawa nama rasul?”
    Akhirnya Said berkata, “Ini yang melamarmu adalah perintah Rasulullah.”
    Maka Zulfah istighfar beberapa kali dan menyesal atas kelancangan perbuatannya itu dan berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa sejak tadi ayah berkata bahwa yang melamar ini Rasulullah, kalau begitu segera aku harus dikawinkan dengan pemuda ini. Karena ingat firman Allah dalam Al-Qur’an surat 24 : 51. “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan. Kami mendengar, dan kami patuh/taat”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 24:51)”
    Zahid pada hari itu merasa jiwanya melayang ke angkasa dan baru kali ini merasakan bahagia yang tiada tara dan segera pamit pulang. Sampai di masjid ia bersujud syukur. Rasul yang mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya.
    “Bagaimana Zahid?”
    “Alhamdulillah diterima ya rasul,” jawab Zahid.
    “Sudah ada persiapan?”
    Zahid menundukkan kepala sambil berkata, “Ya Rasul, kami tidak memiliki apa-apa.”
    Akhirnya Rasulullah menyuruhnya pergi ke Abu Bakar, Ustman, dan Abdurrahman bi Auf. Setelah mendapatkan uang yang cukup banyak, Zahid pergi ke pasar untuk membeli persiapan perkawinan. Dalam kondisi itulah Rasulullah SAW menyerukan umat Islam untuk menghadapi kaum kafir yang akan menghancurkan Islam.
    Ketika Zahid sampai di masjid, dia melihat kaum Muslimin sudah siap-siap dengan perlengkapan senjata, Zahid bertanya, “Ada apa ini?”
    Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, maka apakah engkau tidak mengerti?”.
    Zahid istighfar beberapa kali sambil berkata, “Wah kalau begitu perlengkapan kawin ini akan aku jual dan akan kubelikan kuda yang terbagus.”
    Para sahabat menasehatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau hendak berperang?”
    Zahid menjawab dengan tegas, “Itu tidak mungkin!”
    Lalu Zahid menyitir ayat sebagai berikut, “Jika bapak-bapak, anak-anak, suadara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih baik kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. 9:24).
    Akhirnya Zahid (Aswad) maju ke medan pertempuran dan mati syahid di jalan Allah.
    Rasulullah berkata, “Hari ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah.”
    Lalu Rasulullah membacakan Al-Qur’an surat 3 : 169-170 dan 2:154). “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati“.(QS 3: 169-170).
    “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. 2:154).
    Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata dan Zulfahpun berkata, “Ya Allah, alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak bisa mendampinginya di dunia izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”
    HIKMAH
    Mudah-mudahan bermanfaat dan bisa menjadi renungan buat kita bahwa, “Untuk Allah di atas segalanya, and die as syuhada.” Jazakumullah.
    ***
    Dari Sahabat
     
    • Xin Lv 10:21 pm pada 1 Februari 2012 Permalink

      Menakjubkan sekali dan suatu pengajaran yg sangat bermanfaat.
    • Setia Nusa Utama 1:34 pm pada 2 Februari 2012 Permalink

      Membaca cerita tersebut diatas, aku sangat merasa bahagia. Indahnya keimanan Zahid dan Zulfah…sholawat dan salam bagi Rasulullah SAW. Terimakasih untuk yang menulis dan memuatnya, smoga Allah senantiasa paring keimanan. amin.
  • erva kurniawan 1:30 am pada 23 Januari 2012 Permalink | Balas  

    Tangis ‘Aisyah RHA Saat Peristiwa Haditsul Ifki (Kabar Burung)
    Al-Qasim menuturkan, “Jika aku pergi, maka aku mampir terlebih dahulu ke rumah Aisyah untuk mengucapkan salam kepadanya. Suatu hari aku pergi, ternyata ia berdiri dalam keadaan bertasbih dan membaca firman Allah SWT, ‘Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka.’ (Ath-Thur: 27).
    Ia berdoa dan menangis seraya mengulang-ulang ayat tersebut, sehingga aku jemu berdiri, lalu aku pergi ke pasar untuk keperluanku. Kemudian aku kembali, ternyata ia masih berdiri seperti sediakala dalam keadaan shalat dan menangis.”
    Itulah Aisyah Ummul Mukminin RHA yang dizhalimi orang-orang muslim menurut zhahirnya, padahal mereka sebenarnya adalah kaum munafik, dalam peristiwa berita dusta yang nyaris menghancurkan rumah tangga Nabi SAW dalam peristiwa yang menyakitkan dari pihak kaum munafik dan kaum yang berakhlak buruk yang tidak memperhatikan bahwa dia adalah istri Nabi SAW dan bahwa dia dizhalimi, padahal dia lebih suci daripada mereka. Tetapi ini adalah fitnah yang sepanjang zaman selalu menampakkan bisa dan kuman yang ingin mencemari orang-orang bersih dan orang-orang baik secara zhalim dan dusta. Tetapi orang yang dizhalimi tidak bisa berbuat apa-apa selain menuju dan bersandar ke haribaan Allah SWT. Berapa banyak kita mendengar manusia hina memfitnah orang-orang baik dengan tuduhan dusta padahal mereka terbebas dari semua tuduhan tersebut, kecuali karena mereka kaum yang shalih, mendapatkan taufik dan meraih kesuksesan. Manusia yang hina, mereka sebenarnya bukanlah manusia, tetapi setan pengecut yang dengki dan hasad terhadap setiap orang yang diberi taufik oleh Allah SWT. Orang-orang yang mengigau ini tidak mempunyai senjata kecuali memberitakan melalui berbagai surat kabar kaum sekuler yang hina seperti mereka. Mereka lupa bahwa Allah SWT Memberikan balasan lagi Mahaperkasa, Dia menangguhkan dan bukan membiarkan. Mahabenar Allah, ketika berfirman, “Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan.” (Thaha: 61).
    Dusta adalah senjata kaum pengecut, kaum munafik, dan manusia yang hina. Karena itu, Aisyah SAW menangis siang malam, karena masalahnya sungguh menyakitkan, mengapa orang yang tidak bersalah dan tidak pernah menyakiti siapa pun dituduh.
    Lebih terkutuk dari kezhaliman ini adalah menuduh berzina wanita yang baik-baik lagi beriman. Kemudian datang pembebasan terhadap Ummul Mukminin Aisyah SAW dari atas tujuh langit di dalam al-Qur’an yang akan selalu dibaca hingga Hari Kiamat, sehingga setiap munafik lagi pendusta terdiam. Demikianlah Ummul Mu’minin terbebas dari berita dusta yang ditebarkan oleh kaum munafik yang tidak menginginkan kebaikan tetapi menginginkan fitnah. Bagi Merekalah hukuman di dunia dan akhirat, serta mereka diancam al-Qur’an dengan adzab yang pedih. Mahabenar Allah SWT, ketika berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagimu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya adzab yang besar.”(An-Nur: 11)
    Demikianlah air mata Ummul Mukminin Aisyah RHA tumpah demi mengharapkan pahala dan berlindung kepada Dzat yang tiada tempat berlindung kecuali kepadaNya sehingga dia mendapatkan pembebasan dari Allah SWT.
    ***
    CATATAN:
    as-Samth ats-Tsamin fi Manaqib Ummahat al-Mu’minin, Abu al-Abbas Ahmad ath-Thabari, hal. 90
     
  • erva kurniawan 1:25 am pada 11 Januari 2012 Permalink | Balas  

    Kisah-kisah di Balik Keajaiban Shalat Hajat
    Mereka yang mendapatkan keajaiban Shalat Hajat
    A. Menghidupkan Keledai yang Mati
    Diriwayatkan dari Abu Sirah an-Nakh’iy, dia berkata, “Seorang laki-laki menempuh perjalanan dari Yaman. Di tengah perjalan keledainya mati, lalu dia mengambil wudhu kemudian shalat dua rakaat, setelah itu berdoa. Dia mengucapkan, “Ya Allah, sesungguhnya saya datang dari negeri yang sangat jauh guna berjuang di jalan-Mu dan mencari ridha-Mu. Saya bersaksi bahwasanya Engkau menghidupkan makhluk yang mati dan membangkitkan manusia dari kuburnya, janganlah Engkau jadikan saya berhutang budi terhadap seseorang pada hari ini. Pada hari ini saya memohon kepada Engkau supaya membangkitkan keledaiku yang telah mati ini.” Maka, keledai itu bangun seketika, lalu mengibaskan kedua telinganya.” (HR Baihaqi; ia mengatakan, sanad cerita ini shahih)
    B. Tercapainya Seluruh Hajat
    Di dalam kitab Hasyiyatu Ibnu ‘Aabidiin, disebutkan bahwa di dalam shalat hajat, pada rakaat pertama dibaca surah Al-Fatihah dan ayat Kursi tiga kali kemudian pada tiga rakaat sisanya dibaca surah Al-Fatihan dan Al-Ikhlash, Al-Falak, dan An-Nas satu kali. Maka itu sebanding dengan Lailatul Qadr . Guru-gurunya melaksanakan shalat ini, dan tercapai seluruh hajatnya.
    C. Dikabulkan Permintaannya Oleh Khalifah Utsman bin Afan
    Dalam kitab Mu’jamu ash-Shoghir wal Kabiir, Imam Thabrani menceritakan:
    Ada seorang laki-laki memiliki kebutuhan (hajat), kemudian ia memintanya kepada Amirulmukminin Utsman bin Afan, tetapi Utsam bin Afan tidak memberikan apa yang dimintanya. Kemudian ia bertemu seseorang, yaitu Utsman bin Hunaif. Lalu ia mengadukan permasalannya kepadanya. Akhirnya, Utsman bin Hunaif menyuruhnya untuk melaksanakan shalat hajat, sebagaimana yang telah diajarkan –tata caranya– dalam hadits. Kemudian, ia pun mengerjakannya. Setelah itu, ia pun datang kembali menemui Utsam bin Afan. Tidak disangka, Utsam bin Afan memuliakannya dan mengabulkan permintaan laki-laki tersebut. Dengan kejadian itu, ia pun menemui Utman bin Hunaif (yang telah mengajarkannya shalat hajat) dan mengucapkan terima kasih kepadanya.
    D. Ditolong Oleh Gubernur Thulun –Mesir–
    Abu Al-Hasan As-Shaffar Al-Faqih berkata dan menceritakan,
    Suatu ketika, kami bersama Al-Hasan bin Sufyan An-Naswi. Banyak orang-orang terhormat yang mengunjunginya dari berbagai negeri yang jauh untuk mengikuti majelis taklimnya, guna menuntut ilmu dan mencatat riwayat hadits.
    Suatu hari, ia pergi menuju majelisnya, tempat ia menyampaikan riwayat-riwayat hadis, lalu ia berkata, “Dengarkanlah apa yang akan aku sampaikan kepada kalian sebelum kita memulai pelajaran. Kami memaklumi bahwa kalian adalah sekelompok orang yang diberikan banyak kenikmatan dan termasuk orang-orang yang terpandang. Kalian tinggalkan negeri kalian, berpisah dari kampung halaman dan teman-teman, hanya demi menuntut ilmu dan mencatat riwayat hadits. Kalian tidak menyadari bahwa kalian telah menempuh semua kesulitan ini demi ilmu, atau telah menanggung apa yang telah kalian tanggung, yaitu berupa kesusahan dan kelelahan yang menjadi salah satu konsekuensinya. Sesungguhnya aku ingin menceritakan kepada kalian sebagian kesulitan yang aku alami di dalam menuntut ilmu, serta bagaimana Allah SWT memberikan jalan keluar untukku dan para sahabatku –dengan keberkahan ilmu dan kemurnian aqidah– dari segala kesempitan dan kesulitan. Ketahuilah, sejak muda aku telah meninggalkan kampung halaman untuk menuntut ilmu dan mencatat riwayat hadits.
    Takdir membawaku sampai ke Maroko, kemudian menuju Mesir, bersama tujuh orang sahabatku sesama penuntut ilmu dan pendengar hadits. Kami lalu berguru kepada seorang guru, ulama yang paling menonjol pada waktu itu. Paling banyak meriwayatkan hadits, paling mengetahui sanad-sanadnya, dan paling otentik periwayatan hadisnya. Ia menjelaskan hadis setiap hari sedikit demi sedikit, sehingga memakan waktu yang cukup lama. Akibatnya, kami menjadi kehabisan bekal. Kondisinya sampai memaksa kami untuk menjual barang-barang yang kami bawa, berupa baju dan celana. Akhirnya, tidak ada lagi milik kami yang tersisa untuk memperoleh biaya makan satu hari pun.
    Tiga hari tiga malam kami lalui tanpa dapat mencicipi sesuatu apa pun. Sampai pada suatu pagi di hari keempat, tak satu pun di antara kami yang dapat bergerak karena kelaparan. Kondisinya memaksa kami harus menahan rasa malu dan mengorbankan muka kami untuk meminta-minta, padahal diri kami menolak dan hati kami merasa keberatan.
    Setiap orang dari kami menolak melakukan hal itu, namun situasi dan kondisinya benar-benar memaksa untuk meminta-minta. Akhirnya, semuanya sepakat untuk menuliskan nama-nama kami di atas sebuah kain dan meletakkannya di atas air, barangsiapa yang namanya muncul ke permukaan, maka ia yang harus pergi meminta dan mencari makanan untuk dirinya serta sahabat-sahabatnya.
    Kain yang tertulis dengan namaku kemudian muncul ke permukaan. Aku bingung dan terkejut, dalam hatiku menolak untuk meminta-minta dan menanggung hina. Lalu, aku bergegas pergi ke satu sudut masjid untuk melakukan shalat dua rakaat dalam waktu cukup lama. Berdoa kepada Allah SWT dengan nama-nama-Nya yang Mahaagung dan kalimat-kalimat-Nya yang Mahamulia, agar menghilangkan kesusahan ini dan memberikan jalan keluarnya.
    Belum selesai aku melakukan shalat, seorang pemuda tampan tiba-tiba masuk ke dalam masjid dengan pakaian bersih dan bau yang wangi, diikuti oleh seorang pengawal yang memegang sebuah sapu tangan.
    Ia bertanya, “Siapa di antara kalian yang bernama Al-Hasan bin Sufyan?”
    Aku mengangkat kepalaku dari sujudku, lalu menjawab, “Aku Al-Hasan bin Sufyan, apa yang Anda inginkan?”
    Ia menjawab, “Sesungguhnya sahabatku, Gubernur Ibnu Thulun menyampaikan salam hormat dan permohonan maafnya atas kelalaiannya di dalam memberikan perhatian mengenai kondisi kalian, juga atas kelalaian yang terjadi di dalam memenuhi hak-hak kalian. Ia mengirimkan sejumlah bekal untuk hari ini. Sedangkan besok, ia sendiri yang akan mengunjungi kalian untuk meminta maaf secara langsung.”
    Pemuda tersebut memberikan di tanganku masing-masing sebuah pundi berisi uang seratus dinar. Aku heran dan kebingungan.
    Maka, aku berkata kepada pemuda tersebut, “Ada kisah apakah dibalik ini semua?”
    Ia berkata, “Aku adalah salah seorang pelayan khusus Gubernur Ibnu Thulun.
    Pagi tadi, aku menemuinya bersama sejumlah sahabat yang lain, lalu gubernur mengatakan kepadaku, “Hari ini aku ingin menyendiri, maka pulanglah kalian ke rumah masing-masing!”
    Aku pun pulang bersama yang lainnya. Sesampainya di rumah, belum sempat aku duduk, seorang utusan gubernur mendatangiku dengan tergesa-gesa, memintaku untuk kembali. Aku segera memenuhi panggilannya dan mendapatkan gubernur sedang berada sendirian di rumahnya. Ia meletakkan tangan kanannya di atas pinggangnya, menahan rasa sakit yang teramat sangat di dalam perutnya.
    Ia berkata kepadaku, “Apakah engkau mengenal Al-Hasan bin Sufyan dan sahabat-sahabatnya?”
    Aku menjawab, “Tidak.”
    Ia berkata lagi, “Pergilah ke sektor fulan dan masjid fulan, bawalah pundi-pundi ini dan serahkan kepadanya dan para sahabatnya. Sudah tiga hari mereka kelaparan dengan kondisi yang mengenaskan. Sampaikan permintaan maafku, dan katakan bahwa besok pagi aku akan mengunjungi mereka untuk meminta maaf secara langsung.”
    Pemuda itu berkata, “Aku menanyakan tentang sebab yang membuatnya berbuat demikian, maka ia berkata, ‘Ketika aku masuk ke dalam rumah ini sendiri untuk beristirahat sesaat, aku tertidur dan bermimpi melihat seorang penunggang kuda sedang berlari di angkasa dengan begitu stabilnya –seperti layaknya berlari di atas hamparan bumi– sambil memegang sebilah tombak. Aku melihatnya sambil tercengang hingga ia turun di depan pintu rumah ini, lalu meletakkan tombaknya di atas pinggangku, dan berkata, ‘Bangun, dan temuilah Al-Hasan bin Sufyan dan para sahabatnya.’ Bangun, dan temuilah mereka, sesungguhnya mereka kelaparan sejak tiga hari yang lalu di masjid fulan!’
    Aku bertanya, ‘Siapakah engkau?” Ia menjawab, ‘Aku Ridhwan, penjaga pintu surga.’ Semenjak ia meletakkan ujung tombaknya di pinggangku, aku merasakan sakit yang teramat sangat, membuatku tidak dapat bergerak. Maka, segeralah engkau sampaikan uang ini kepada mereka, agar rasa sakit ini menghilang dariku.”
    Al-Hasan berkata, “Kami tercengang mendengar kisah tersebut, bersyukur kepada Allah SWT dan dapat memperbaiki kembali kondisi kami. Namun, diri kami merasa tidak nyaman lagi untuk menetap di tempat itu. Agar kami tidak dikunjungi oleh gubernur dan rahasia kami diketahui oleh orang lain, sehingga menyembabkan melambungnya reputasi dan kedudukan kami, dan semua itu akan menimbulkan sifat riya’. Maka, malam itu juga kami meninggalkan Mesir. Dan, ternyata setiap orang dari kami menjadi seorang tokoh ulama dan terpandang di zamannya.
    Keesokan paginya, Gubernur Ibnu Thulun datang ke tempat itu untuk mengunjungi kami, lalu dikabarkan kepadanya mengenai kepergian kami. Kemudian, ia memerintahkan untuk membeli pertokoan/pasar seluruhya dan mewakafkannya untuk kepentingan masjid dan para perantau, orang-orang penting, dan para penuntut ilmu sebagai bekal mereka, agar kebutuhan mereka tidak lagi terabaikan dan tidak mengalami seperti yang kami alami. Semua itu disebabkan oleh kekuatan agama, kebersihan aqidah dan Allah SWT Maha Pemberi Taufiq.”
    ***
    Dari Sahabat
     
    • Sabarimanto 8:33 am pada 12 Januari 2012 Permalink

      Luar biasa artikelnya
    • nurul laily 10:07 pm pada 17 Januari 2012 Permalink

      assalaumualaikum.. afwan sebelumnya.. saya kemarin membaca sebuah artikel, bahwasannya dalil shalat hajat itu tidak rajih.. bahkan rasul menganjurkan untuk shalat istikharah jika kita ingin meminta sesuatu kepada Allah.. dan beliau tdak mnganjurkan dan menyinggung2 shalat hajat.. pertannyaannya.. bisakah anda memberi dalil yang rajih tentang pelaksanan shalat hajat ini? syukron..
  • erva kurniawan 1:21 am pada 7 Januari 2012 Permalink | Balas  

    Anak Durhaka 

    ANAK DURHAKA    
    Setiap anak wajib berbakti kepada ibu bapak, lebih-lebih lagi bagi orang Islam yang sangat dituntut untuk berbuat baik terhadap orang tuanya.
    Ini sebagaimana ditegaskan pada ayat 36, dari surah an-Nisa yang artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada orang tua (ibu bapak)”
    Penegasan ini disusuli dengan sabda Rasulullah s.a.w sebagaimana dinyatakan oleh at-Tabrani, artinya: “Berbaktilah kamu kepada dua ibu bapak kamu agar anak-anakmu kelak akan berbakti kepadamu. Dan peliharalah dirimu daripada perzinaan agar isteri-isterimu memelihara diri nya.”
    Berbakti kepada ibu bapak adalah wajib karena ia hukum Allah. Anak yang enggan berbakti kepada dua ibu bapanya dianggap anak derhaka dan perbuatan derhaka adalah dosa besar.
    Derhaka kepada ibu bapak termasuk dalam empat dosa besar. Keadaan ini jelas berdasarkan kata-kata nabi yang dinyatakan Bukhari: “Sebesar-besar (daripada) dosa besar adalah me nyekutukan Allah, membunuh manusia, derhaka kepada ibu bapak dan menjadi saksi palsu.”
    Perintah Islam supaya anak berbuat baik kepada ibu bapak adalah perintah yang wajar. Baru saja tiga bulan hamil, si ibu menghadapi pelbagai keperitan. Badan selalu letih, kepala pening dan selalu loya.
    Apabila kandungan semakin besar, hatinya diganggu was-was, khuatir dan penuh persoalan. Apa akan terjadi kepada anak yang bakal dilahirkan? Apakah laki-laki atau perempuan? Apakah sempurna anggotanya badannya?
    Tiba detik melahirkannya, perasaan ibu bertambah gelisah. Khawatir keselamatan diri dan anak sentiasa menghantui fikiran. Tetapi segala kerisauan, kebimbangan dan kesakitan terobati ketika mendengar tangisan bayi yang dilahirkan.
    Dimulai ari anak yang sebesar telapak tangan itu, ibu bapak tidak pernah mengeluh membesarkan anaknya dengan kasih sayang tidak terbagi. Makan, minum, pakaian, pendidikan dan segala keperluan dipenuhi, sehingga anak kecil tadi menjadi seorang kanak-kanak, remaja dan dewasa sebanding dengan ibu bapaknya.
    Jasa ibu bapaklah menjadikan si anak mengenal dan mengecap nikmat dunia, dapat menggali khazanah dunia serta mendalami ilmu lain. Justru, sudah selayaknya ibu bapak dimuliakan, dibaluti dengan kasih sayang sebagaimana mereka mencurahkan kasih kepada anaknya yang kecil dulu.
    Anak yang enggan berbakti kepada ibu bapak adalah anak durhaka, yang menerima balasan buruk. Ini sebagaimana dapat dipahami dari hadis yang diceritakan Tabrani: “Dua (kejahatan) yang akan dibalas oleh Allah di dunia ini adalah zina dan derhaka kepada dua ibu bapa.”
    Ada banyak contoh yang memberi pelajaran betapa azab yang ditanggung anak durhaka di dunia. Siksa ini datang dalam bentuk penderitaan, baik rohani atau jasmani, sukar mencari nafkah, gagal mendapatkan pekerjaan dan tiada ketenteraman dalam kehidupan.
    Kisah Wail bin Khattab pada zaman Nabi Muhammad s.a.w, satu peristiwa yang dapat dijadikan teladan. Disebabkan terlalu mencintakan isteri, Wail selalu mencaci ibunya, mempercayai segala yang dilaporkan isterinya berkaitan ibunya.
    Waktu Wail menghadapi kematian, dia mengalami penderitaan sakit yang tidak terhingga. Dia sekarat hingga keluar keringat dingin membasahi seluruh badan. Mati tidak, sembuh pun tidak ada harapan.
    Selama berpuluh hari dia berada dalam keadaan demikian. Matanya merah menyala, mulutnya terbuka lebar tetapi kerongkongnya tersumbat sehingga tidak terdengar jeritan, manakala kaki dan tangannya kaku.
    Sahabat menunggu kematiannya, namun tidak tiba. Mereka berasa terharu melihat penderitaan yang dihadapi Wail. Mereka bersilih ganti mengajarkan Wail mengucap kalimah syahadah, namun semuanya buntu.
    Wail mencoba segala upaya mengucap dua kalimah syahadah tetapi yang kedengaran dari mulutnya hanya perkataan “oh, oh, oh, oh”. Keadaan semakin mengerikan.
    Akhirnya seorang sahabat Ali bin Abi Talib menemui Nabi dan menceritakan keadaan Wail. Nabi Muhammad meminta Ibunda Wail dijemput menemui beliau. Nabi ingin mengetahui bagaimana keadaan dan perlakuan Wail terhadap ibunya sebelum sakit.
    Ketika ditanya, ibu Wail menyatakan anaknya sentiasa mencaci lantaran hasutan isterinya. Dia percaya dan mengikut apa saja yang dilaporkan isterinya tanpa usul periksa. Ini menyebabkan ibunya berasa sakit hati kepadanya.
    Nabi Muhammad s.a.w memujuk Ibunda Wail supaya segera mengampuni dosa anaknya yang durhaka. Tetapi perempuan itu berkeras tidak mau memenuhinya. Dia berkata, air matanya belum kering lantaran perbuatan Wail yang menyakitkan hatinya.
    Melihat keadaan itu, Nabi termenung seketika. Kemudian, baginda memerintahkan sahabat mengumpul kayu api. Wail akan dibakar hidup-hidup.
    Nabi Muhammad menyatakan, jika ibu Wail tidak mau memaafkan dosa anaknya, Wail akan menderita menghadapi maut dalam jangka masa yang tidak pasti.
    Mendengar kata-kata Nabi itu, ibu Wail segera berkata: “Wahai Rasulullah, jangan dibakar dia. Wail anakku. Aku telah ampuni dia. Kesalahannya aku telah maafkan.”
    Menurut sahabat, setelah Wail diampuni Ibundanya, wajahnya langsung berubah. Akhirnya dia dapat mengucap syahadah dan menghembuskan nafas terakhir.
    ***
    Dari Sahabat
     
    • m.rifani 2:19 pm pada 17 Januari 2012 Permalink

      subhanaulah
    • anshor 5:26 pm pada 11 Februari 2012 Permalink

      cerita itu adalah pljaran untk kta,spaya kta berprilaku baik kpda bunda kta
  • erva kurniawan 1:13 am pada 6 Januari 2012 Permalink | Balas  

    Salam Terindah Untukmu, Ya Rasulullah
    Suatu subuh, saat terbangun dari tidurnya, Aisyah ra tidak mendapati suaminya, Rasulullah SAW. Aisyah ra panik dan bingung. Ketika membuka pintu rumahnya, dia kaget mendapati Rasulullah tidur di depan pintu. Aisyah lalu bertanya, “Kenapa engkau tidur di luar suamiku?” Rasulullah SAW lantas menjawab, “Semalam aku pulang telah larut. Aku takut mengganggu tidurmu. Sehingga, aku tidur di sini.”
    Sederhana, namun penghormatan Rasullah SAW kepada istrinya tersebut menyimpan makna mendalam bagaimana seharusnya suami memperlakukan istrinya. Selain aktivitasnya dalam berdakwah, Rasulullah SAW tidak mengabaikan keluarganya. Nabi pun membantu istrinya membersihkan rumah, memerah susu unta, dan mengasuh cucunya, yakni Hasan dan Husen.
    Pernah, Rasulullah dilempari kotoran oleh orang-orang Quraisy, bahkan dilempari batu hingga wajahnya berdarah. Namun, Nabi menghadapi perlakuan itu dengan mendoakan mereka. Nabi berdoa, “Ya Allah, ampunilah mereka. Mereka berbuat seperti itu karena tidak tahu.” Siksaan dan teror yang menjadi-jadi tidak membuat semangat Nabi SAW dalam berdakwah surut. Bahkan, Umar bin Khattab yang sangat ditakuti oleh Suku Quraisy pun menawarkan diri untuk membunuh orang-orang yang mengganggu Nabi, tapi Nabi melarangnya. Cinta Nabi SAW tidak memandang kepada siapa cinta itu diberikan. Tak peduli kepada orang yang telah menyakiti beliau sekalipun. Subhanallah.
    Perut Nabi SAW yang kurus dan dibebat kain berisi batu adalah hal yang membuat miris para sahabat pada saat-saat menjelang Nabi SW wafat. Betapa tidak, jika Rasulullah SAW mau, harta, kedudukan, uang, dan makanan paling lezat pun siap tersaji untuknya. Namun, Rasulullah pun menolak kenikmatan itu semua. Rasulullah SAW tidak mau dilebihkan hanya karena dia seorang pemimpin. Mencintai kaum fakir miskin, dekat dengan anak-anak yatim, sopan dalam berhadapan dengan siapa saja, dan santun segala tindak tanduknya menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin yang disegani oleh siapa pun.
    Kini, telah ratusan abad Rasulullah SAW meninggalkan umatnya, umat akhir zaman. Namun, kelembutan dan cinta Nabi SAW kepada umatnya tetap menjadi sejarah yang tak akan bisa lekang ditelan zaman sampai kiamat datang. Dia mewariskan kepribadian agung serta dua titipan untuk dijadikan pedoman hidup, yakni Alquran dan sunahnya.
    Angin berembus tenang menyapu padang pasir yang mahaluas. Bila malam tiba, cahaya bintang mengangguk ramah ditemani rembulan yang memancar keindahan akhlak Nabi SAW. Menabur cinta sepanjang masa. Alam berzikir. Dan menitipkan salam paling mesra kepada Rasulullah SAW. Jatuhan tetes air mata tak mudah terbendung mengenang perjuangan dan pengorbanannya. “Kami merindukanmu, yaa Rasulullah..”
    Allahumma salli ‘ala sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa sahbihi wasallim.
    ***
    Dari Sahabat
     
    • matori 5:51 pm pada 8 Januari 2012 Permalink

      subhanallah………… rasulullah memang benar2 manusia yang paling mulia sampai akhir zaman
    • hadi al haris 5:12 pm pada 30 Januari 2012 Permalink

      Rasulullah memang teladan yg baik, patut dicontoh oleh kita semua…
  • erva kurniawan 1:36 am pada 4 Januari 2012 Permalink | Balas  

    Asma binti Abu Bakar
    Asma binti Abu Bakar, turut dikenali sebagai wanita besi yang berumur panjang. Nama wanita ini pendek sahaja, tetapi, perjalanan hidupnya tidak pendek seperti namanya. Allah memberinya umur panjang dan kecerdasan berfikir, hingga dia dapat mewarnai perjalanan hidup generasi tabiin (pengikut Rasulullah) dengan perjalanan kehidupan pada zaman Rasulullah. Asma’, termasuk kelompok wanita yang pertama masuk Islam. Permulaan Asma’ tidak boleh dipisahkan dengan peristiwa hijrah Rasulullah dan ayahnya Abu Bakar.
    Dialah yang mengirimkan bekalan makanan dan minuman kepada mereka. Lantaran peristiwa inilah, Asma’ digelar sebagai “dzatun nithaqain” yang membawa maksud wanita yang mempunyai dua ikat pinggang.
    Gelaran ini diberikan ketika Asma’ hendak mengikat karung makanan dan tempat minuman yang akan dikirim kepada Rasulullah dan Abu Bakar. Pada waktu itu, Asma’ tidak memiliki tali untuk mengikatnya, maka dia memotong ikat pinggangnya menjadi dua,satu untuk mengikat karung makanan dan satu lagi untuk mengikat tempat air minum. Ketika Rasulullah mengetahui hal ini, baginda berdoa semoga Allah akan menggantikan ikat piinggang Asma’ dengan dua ikat pinggang yang lebih baik dan indah di syurga.
    Asma’ berkahwin dengan Zubir bin Awwam, seorang pemuda dari golongan biasa yang tidak memiliki harta, kecuali seekor kuda. Namun demikian, Asma’ tidak kecewa. Dia tetap setia melayan suaminya. Sekiranya suaminya sibuk menyebarkan tugas daripada Rasulullah, Asma’ tidak segan merawat dan menumbuk biji kurma untuk makanan kuda suaminya. Hasil perkahwinannya, Allah menganugerahi mereka seorang anak yang cerdas yang diberi nama Abdullah bin Zubir.
    Asma’ memiliki beberapa sifat istimewa. Selain cantik, dia mempunyai sifat yang hampir sama dengan dengan saudaranya Aisyah, cerdas, pantas dan lincah. Sifatnya yang pemurah menjadi teladan kepada ramai orang. Waktu terus berlalu, anaknya Abdullah bin Zubir diangkat menjadi Khalifah menggantikan Yazid bin Mu’awwiyah yang wafat. Bani Umaiyah tidak rela dengan kepemimpinan Abdullah bin Zubir. Mereka menyiapkan tentera yang besar dalam pimpinan Panglima Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi untuk menggulingkan Khalifah Abdullah bin Zubir. Perang di antara dua kekuatan itu tidak dapat dihindari.Lalu, Abdullah bin Zubir turun ke medan perang untuk memimpin pasukannya.
    Tetapi, tenteranya belot dan pergi kepada pihak Bani Umaiyah.Akhirnya, dengan jumlah tentera yang sedikit, pasukan Abdullah binZubir undur ke Baitul Laham, bersembunyi di bawah Kaabah. Beberapa saatsebelum kekalahannya, Abdullah bin Zubir menemui ibunya. Ibunya bertanya,”Mengapa engkau datang ke sini, padahal batu besaryang dilontarkan pasukan Hajjaj kepada pasukanmu menggetarkan seluruhkota Makkah? “Aku datang hendak meminta nasihat daripada ibu,” jawab Abdullah dengan rasa hormat. “Mengenai apa?” tanya Asma’ lagi. “Tentera aku banyak yang belot.Mungkin kerana takut kepada Hajjaj atau mungkin juga merekamenginginkan sesuatu yang dijanjikan.
    Tentera yang ada sekarangnampaknya tidak akan sabar bertahan lebih lama bersama aku. “Sementara itu, utusan Bani Umaiyah menawarkan kepadaku apa sajayang aku minta berupa kemewahan dunia, asal aku bersedia meletakkansenjata dan bersumpah setia mengangkat Abdul Malik bin Marwan sebagaiKhalifah. Bagaimana pendapat ibu?”tanya Abdullah. Asma’ menjawab dengansuara tinggi,”Terserah engkau, wahai Abdullah! Bukankah engkau sendiriyang lebih tahu tentang dirimu. ”Apabila engkau yakin dalam kebenaran, maka teguhkan hatimu sepertitentera engkau yang gugur.
    Tetapi apabila engkau menginginkan kemewahan dunia, tentu engkau seorang lelaki yang pengecut. Bererti engkau mencelakakan diri sendiri, menjual murah sebuah kepahlawanan.”
    Abdullah bin Zubir, menundukkan kepala di depan ibunya yang kecewa. Ibunya, walaupun tua dan buta, namun Abdullah seorang khalifah dan panglima yang gagah berani tidak sanggup melihat wajah ibunya kerana rasa hormat dan kasih kepadanya. “Tetapi aku akan terbunuh hari ini, ibu,”kata Abdullah lembut. “Itu lebih baik bagimu, daripada engkau menyerahkan diri kepadaHajjaj.
    Akhirnya kepala kamu akan dipijak-pijak oleh Bani Umaiyah dengan memberikan janji mereka yang sukar untuk dipercayai,”kata ibunya tegas. “Aku tidak takut mati, ibu! Tetapi aku khuatir mereka akan mencincang dan merobek-robek jenazah aku dengan kejam,” ujar Abdullah lagi. “Tidak ada apa yang perlu ditakuti dengan perbuatan orang hidup terhadap orang mati. Bukankah kambing yang disembelih tidak merasa sakit lagi ketika disiat?” jawab Asma’. “Yang ibu khuatir kalau engkau mati di jalan yang sesat,” sambung Asma’ lagi. “Percayalah ibu, aku tidak memiliki fikiran sesat untuk melakukan perbuatan keji. Aku tidak akan melanggar hukum Allah. Aku bukan pengecut dan aku lebih mengutamakan keredhaan Allah dan keredhaan ibu,” ucap Abdullah bersemangat.
    Nasihat Asma’ memberi semangat kepada Abdullah untuk mempertahankan dan membela kebenaran. Sebelum matahari terbenam, Abdullah mati syahid menemui Allah.
    ***
    Dari Sahabat
     
  • erva kurniawan 1:15 am pada 21 Desember 2011 Permalink | Balas  

    Di Mana Allah
    Alkisah, ada seorang pemuda yang bekerja sebagai penggembala domba. Jumlah domba yang dia gembalai berjumlah ratusan ekor. Bertahun-tahun dia bekerja tanpa pernah mengeluh meski hasil jerih payahnya tak seberapa.
    Suatu ketika, datang seorang musafir yang sangat kehausan setelah menempuh perjalanan jauh. Melihat ada pengembala domba tersebut, gembiralah hati musafir itu. Sang musafir meminta minum kepada si pemuda penggembala tersebut. Namun, pemuda itu menjawab bahwa dirinya tak punya air minum untuk diberikan kepada si musafir.
    Musafir tersebut kemudian memohon memelas agar diizinkan mengambil air susu dari seekor domba yang digembalakan si pemuda itu. Pemuda tersebut menolak dengan halus. “Ayolah, saudaraku. Tolonglah aku. Aku sangat haus. Izinkan aku untuk memerah dombamu sekadar beberapa teguk untuk menghilangkan dahagaku,” ujar sang musafir. Pemuda itu menjawab, “Domba-domba ini bukan kepunyaanku, aku tak berani mengizinkan engkau sebelum majikanku mengizinkannya.”
    Pemuda mengatakan, “Kalau kau mau, tunggulah di sini sebentar. Kucarikan telaga dan kuambilkan air untukmu, saudaraku.” Kemudian, pergilah pemuda tersebut mencarikan air untuk sang musafir. Setelah dapat, diberikannya air itu kepada si musafir. “Alhamdulillah, segar sekali rasanya,” kata sang musafir. “Terima kasih wahai anak muda,” lanjut musafir itu.
    Kemudian, mereka sejenak beristirahat sambil berbagi kisah. Siang semakin terik. “Mengapa kau tadi tidak ikut minum,” tanya musafir kepada pemuda tadi. “Maaf, saya sedang berpuasa,” jawab si pemuda. Musafir itu tercengang mendengar pengakuan pemuda tersebut. “Matahari semakin tinggi, sedangkan engkau berpuasa?” tanya musafir itu penuh tanya. Pemuda itu menjawab, “Aku berharap kelak mudah-mudahan Allah menaungi diriku pada saat hari kiamat nanti. Karena itu, aku berpuasa.”
    Rasa kagum dan penasaran membuat si musafir ingin mengetes keimanan sang pemuda penggembala tersebut. Lalu, musafir itu berkata, “Hai anak muda, bolehkah aku membeli seekor saja dombamu. Aku lapar, tolonglah aku.”
    “Maaf tuan, aku tidak berani sebelum mendapat izin dari majikanku,” kata pemuda itu.
    “Ayolah anak muda. Domba yang kau gembalakan sangat banyak. Tentulah tuanmu tidak akan mengetahui meski kau jual seekor saja. Perutku sangat lapar, tolonglah aku,” rayu musafir tersebut.
    “Aku sungguh ingin menolongmu. Kalau saja aku memiliki makanan, tentu akan kuberikan untukmu, tuan. Tapi, tolong jangan paksa aku untuk melakukan hal yang tak mungkin aku lakukan tuan,” ucap pemuda tersebut.
    “Tidak akan ada yang tahu hai anak muda. Kuberikan seribu dirham untukmu untuk seekor domba saja. Ayolah. Tidakkah kau kasihan kepadaku?” kata musafir itu yakin bahwa pemuda tersebut akan goyah dengan suap seribu dirham.
    Musafir itu terus memaksa si pemuda untuk menjual seekor dombanya. Bahkan, musafir itu tambah gusar dan marah.
    Akhirnya, pemuda itu berkata, “Majikanku bisa saja tidak tahu jikalau aku menjual seekor dombanya. Sebab, jumlahnya sangat banyak. Dan mungkin saja, majikanku tidak akan menanyakan domba-dombanya. Dia tidak akan rugi meski aku menjual seekor di antara domba kepunyaanya. Tapi, kalau aku berbuat begitu, lalu di mana Allah? Di mana Allah? Di mana Allah? Sungguh, aku tak mau di dalam dagingku tumbuh duri neraka karena uang yang tidak halal bagiku.”
    Pemuda itu menangis karena takut tergoda berbuat sesuatu yang dimurkai Allah. Dia menangis karena kecintaanya kepada Allah.
    Musafir tersebut tertegun. “Allahu akbar!!” musafir itu ikut menangis.
    “Katakan padaku wahai anak muda, di mana majikanmu tinggal. Aku ingin membeli seekor dombanya,” kata musafir tersebut.
    Setelah mendapat jawaban tentang tempat tinggal majikan pemuda tadi, musafir itu memberikan uang seribu dirham tadi kepada si pemuda. “Terimalah uang ini untukmu, anakku. Ini uang halal. Kau pantas mendapatkan lebih daripada ini. Hatimu begitu mulia.” Sang musafir yang tak lain adalah Khalifah Umar bin Khattab bergegas menuju ke rumah majikan sang pemuda tadi. Lalu, ditebuslah pemuda itu dengan memerdekakannya dari status hamba sahaya.
    Dalam lanjutan perjalanannya, Umar masih takjub dengan kisah yang baru dia alami.
    Di mana Allah? Inilah kalimat yang menggetarkan hati Umar. Rasa takut kepada Allah tidak menggoyahkan iman seorang pemuda tadi meski dirayu dengan materi. Duniawi tidak mampu menyilaukan hati pemuda itu karena keteguhan iman yang hakiki.
     
    • Bambang Sucipto.Drs (@t212kyb) 4:30 pm pada 22 Desember 2011 Permalink

      Subhanallah…212x
      smg yg membuat tautan ini mendapat ganjaran pahala yg besar dr Allah.Swt
    • pungki 7:13 pm pada 28 Desember 2011 Permalink

      suka sekali artikel ini../ sungguh menjadi refleksi bagi kita semua…
  • erva kurniawan 1:53 am pada 19 Desember 2011 Permalink | Balas  

    Rasulullah SAW Menegur Sahabat-Sahabat yang Tertawa
    Suatu ketika, apabila Nabi Muhammad SAW sampai ke masjid untuk mendirikan salat, Baginda SAW mendapati beberapa sahabat sedang tertawa. Baginda SAW berkata, “Kalau kamu selalu mengingat maut, sudah tentu aku tidak mendapati kamu semua dalam keadaan demikian. Pada setiap masa kamu hidup, kamu pasti mengingat maut. Setiap waktu, tanah pekuburan memekik mengatakan, “Aku ini merupakan semak belukar. Aku dipenuhi dengan debu. Aku ini penuh dengan serangga.”
    Apabila seorang mukmin dikebumikan di dalamnya, bumi berkata “Aku ucapkan selamat datang kepadamu. Di antara manusia yang bertebaran di atas muka bumi ini, engkaulah yang paling aku sukai. Sungguh baik hatimu karena mau memasuki aku. Sekarang, lihatlah bagaimana aku menghibur hatimu.”
    Kemudian, bumi membesar sejauh mata memandang. Sebuah pintu surga terbuka di hadapannya. Melalui pintu itulah, harum bau-bau yang semarak menyusupi lubang hidungnya.
    Tetapi, apabila seorang yang jahat dimasukkan ke dalamnya, bumi akan berkata, “Tidak ada kata sambutan buatmu. Di antara manusia yang hidup di dunia, engkaulah yang paling aku benci. Sekarang, lihatlah pemberianku kepadamu.”
    Kemudian, dia diimpit oleh bumi sehingga tulang-tulang rusuknya saling meremukkan antara satu sama lain. Sebanyak tujuh puluh ekor ular akan mematuknya sampai hari kiamat. Ular-ular tersebut sangat berbisa. Sehingga, kalau seekor di antaranya menyemburkan bisanya di permukaan bumi, tidak ada sehelai rumput pun tumbuh. Lalu, Rasulullah SAW berkata, “Kubur dapat merupakan salah satu pintu surga atau salah satu lubang neraka.”
    Sifat takut kepada Allah SWT pasti terdapat pada manusia yang benar-benar beriman. Sifat takut itu diwujudkan dan dipupuk sehingga tumbuh dengan subur kalau kita dalam kehidupan kita sehari-hari dapat mengingat MATI.
    ***
    Oleh Sahabat
     
  • erva kurniawan 1:01 am pada 16 Desember 2011 Permalink | Balas  

    Menolak Hukum Allah?
    Dahulu di kota Madinah ada dua orang bersengketa, satu Muslim dan yang lain Yahudi. Mereka ingin penyelesaian. Yang Muslim menghendaki agar mereka berdua datang ke Ka’ab bin Al Asyraf, salah seorang pemimpin Yahudi di Madinah. Yang Yahudi justru mengajak yang muslim agar mereka menyelesaikan masalah di hadapan Nabi Muhamamd SAW. Akhirnya disepakati mereka berdua minta penyelesaian kepada baginda Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW memutuskan perkara mereka berdua. Tampaknya sang Yahudi menang dalam perkara tersebut. Maka yang Muslim merasa hal itu kurang adil. Dia tidak bisa menerima keputusan Rasulullah SAW.
    Lalu yang Muslim mengajak Yahudi itu kepada Abu Bakar. Setelah mereka selesai menyampaikan masalahnya, Abu Bakar berkata: “Ikutilah apa yang telah diputuskan oleh Baginda Rasulullah SAW”.
    Si Muslim tidak bisa menerimanya. Lalu mengajak yang Yahudi untuk menemui Umar bin Khaththab. Setelah mendengar penuturan lengkap tentang permasalahan kedua orang itu, Umar masuk ke kamarnya dan segera keluar lagi dengan membawa sebilah pedang. Umar memukulkan pedangnya ke leher si Muslim itu hingga dia menemui ajalnya. Sikap Umar bin Khaththab yang tegas ini mengingatkan kita bahwa dalam perspektif aqidah memang tidak layak bagi seorang muslim untuk menolak keputusan Rasululullah SAW. dan mengambil alternatif yang lain. Allah SWT berfirman:
    “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab 36).
    Dan sikap keras dan tegas Umar bin Khaththab dalam hal ini dibenarkan oleh Allah SWT. Setelah peristiwa itu turunlah firman Allah SWT:
    “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuh-nya.” (QS. An Nisa 65).
    Memang akan menjadi persoalan besar jika tidak ada sikap yang tegas kepada orang yang menolak keputusan Allah dan Rasul-Nya. Sebab hal itu akan menjadikan hukum syara’ disia-siakan. Pantaslah Khalifah Abu Bakar as Shiddiq yang sangat terkenal kehalusan budi bahasanya ternyata bersikap tegas dalam menghadapi pembangkangan dari kalangan orang-orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat. Khalifah tidak bisa menerima orang yang menyatakan loyal kepada pemerintahannya, tetap setia menjalankan shalat, tapi menolak membayar zakat. Shalat lima waktu hukumnya wajib, zakat pun hukumnya wajib. Tidak boleh dibedakan. Maka dengan tegas Khalifah mengatakan: “Kalau sekiranya mereka menolak membayar anak unta (zakat) yang mereka bayarkan kepada Rasulullah. SAW., pasti aku akan memerangi mereka”.
    Harus dipahami bahwa sikap menolak keputusan Rasulullah SAW. adalah sikap yang berlawanan dengan aqidah Islam yang diakui seorang muslim. Seorang muslim sudah selayaknya menerima segala keputusan Rasulullah SAW. yang mengadili perkara mereka dengan sikap berserah diri secara total, tanpa reserve. Dalam firman Allah SWT Surat An Nisa ayat 65 tersebut, satu penolakan saja bisa menggugurkan keimanannya dan dikategorikan sebagai tidak beriman, alias murtad. Dan murtad itu hukumannya adalah mati.
    Bila satu hukum dibiarkan tersia-siakan, maka hukum-hukum syariah yang lain akan mengalami nasib serupa. Berarti akan hancurlah hukum syariah. Oleh karena itu, sikap yang ditampilkan Umar bin Khaththab r.a. dan Khalifah Abu Bakar r.a. yang tegas terhadap orang-orang yang menolak syariah adalah sikap kenegarawanan yang memiliki pandangan yang sangat jauh ke depan.
    Di manapun kegoncangan terhadap sistem akan selalu ada. Masalahnya apakah sebuah sistem punya mekanisme untuk mengatasinya. Islam sebagai dinullah yang memiliki sistem ideologi yang sempurna memiliki system dan mekanisme untuk menjaga aqidah dan ideologi pemeluknya. Arahan Al Quran tentang bahayanya murtad dan perlunya orang menjaga keislaman dan ketaqwaan sampai akhir hayat dipadu dengan mekanisme hukum untuk orang-orang yang murtad.
    Sehingga bila ada yang melakukan tindakan berbahaya, yaitu murtad, maka yang bersangkutan akan diajak diskusi hingga terbukti bahwa dia murtad, lalu diperingatkan bahayanya murtad yang bakal menghapus seluruh amal (QS. Al Baqarah 217). Dan diberi tempo tiga hari. Jika dia kembali maka dimaafkan dan kembali normal. Namun jika menolak, yang bersangkutan dihukum mati. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah”.
    Jika menolak satu saja keputusan hukum yang disampaikan baginda Rasulullah SAW sudah tergolong murtad dan layak mendapatkan hukuman mati, bagaimana pula dengan orang-orang yang secara total menolak syariah?
    Wallahu a’lam!
    ***
    [Muhammad Al Khaththath/www.suara-islam.com]
     
  • erva kurniawan 1:33 am pada 15 Desember 2011 Permalink | Balas  

    Air Kencing Penyebab Kebanyakan Siksa Kubur
    Ibnu Abbas ra mengisahkan bahwa suatu hari Rasulullah saw melintasi dua makam, lalu beliau berkata, “Sesungguhnya mereka berdua sedang disiksa, mereka bedua disiksa bukan disebabkan melakukan dosa besar. Salah satu dari mereka disiksa karena TIDAK SAMPAI BERSIH SAAT BERSUCI”
    dari buang air kecil.”Seorang perempuan Yahudi mendatangi Aisyah seraya berkata,
    “Sesungguhnya azab kubur itu disebabkan air kencing.” Mendengar perkataannya, Aisyah berkata, “Engkau bohong.” Perempuan Yahudi itu menjelaskan, “Karena air kencing itu mengenai kulit dan pakaian.”Kemudian Rasulullah saw keluar untuk mengerjakan shalat, sedangkan suara kami semakin keras terdengar (karena ribut). Mendengar keributan ini Rasulullah saw bertanya, “Ada apa ini?” Aisyah pun meceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan oleh perempuan Yahudi tadi, setelah itu Rasulullah saw bersabda, “Dia memang benar.”
    Abdurrahman bin Hasaah mendengar Rasulullah saw bertanya, “Tahukah kalian apa yang telah menimpa salah seorang Bani Israil? Dulu, saat mereka terkena air kencing, mereka segera membersihkannya dengan memotong pakaian yang terkena cipratan air kencing tersebut. Melihat perbuatan ini, orang itu melarang mereka, maka dia pun diadzab dalam kuburnya.
    Dalam hadist yang diriwayatkan dari Abu Huraihah ra secara mauquf, Rasulullah saw bersabda,
    ” Kebanyakan siksa kubur itu disebabkan air kencing.”
    Pada suatu malam Abdullah bin Umar pergi ke rumah seorang perempuan tua yang di samping rumahnya terdapat pemakaman. Lalu dia mendengar suara lirih yang berkata,
    “Kencing, apa itu kencing? Gayung, apa itu gayung?” Abdullah bin Umar pun berkata, “Celaka, apa yang terjadi?” Perempuan tua itu menjawab, “Itu adalah suara suamiku yang tidak pernah bersuci dari buang air kecil.” Mendengar penjelasan tersebut,
    Abdullah bin Umar berkata, “Celakalah dia! Unta saja alau kencing bersuci, tapi dia malah tidak peduli.” Perempuan tua itu kembali menuturkan kisah suaminya : Ketika suamiku sedang duduk, ada seorang lelaki mendatanginya seraya berkata, “Berilah aku minum, aku sangat haus.” Suamiku malah berkata, “Engkau membawa gayung sedangkan gayung kami tergantung.” Orang itu berkata, “Wahai tuan, berilah aku minum, aku hampir mati kehausan.” Suamiku berkata, “Engkau membawa gayung.” Akhirnya lelaki yang meminta air untuk minum itu meninggal dunia. Setelah itu, suamiku juga meninggal dunia. Namun sejak hari pertama dia meniggal dunia, seringkali terdengar suara suamiku dari arah pemakaman,
    “Kencing, apa itu kencing? Gayung, apa itu gayung?”
    Nauzubillah min dzalik, ternyata perkara kecil saja bisa menyebabkan kita mendapat siksa kubur ya? Banyak orang memandang remeh bersuci setelah buang air kecil (kurang bersih bahkan tidak bersuci sama sekali), padahal hal yang remeh itu bisa menjadi malapetaka ketika kita masuk pada Alam Barzakh.
    “Ya Allah, lindungi kami semua dari siksa neraka, siksa kubur, fitnah dunia & alam barzakh, serta fitnah yang ditimbulkan oleh dajjal, amin.”
    ***
    Dari Sahabat
     
  • erva kurniawan 1:43 am pada 13 Desember 2011 Permalink | Balas  

    Menolak Hukum Allah?
    Dahulu di kota Madinah ada dua orang bersengketa, satu Muslim dan yang lain Yahudi. Mereka ingin penyelesaian. Yang Muslim menghendaki agar mereka berdua datang ke Ka’ab bin Al Asyraf, salah seorang pemimpin Yahudi di Madinah. Yang Yahudi justru mengajak yang muslim agar mereka menyelesaikan masalah di hadapan Nabi Muhamamd SAW. Akhirnya disepakati mereka berdua minta penyelesaian kepada baginda Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW memutuskan perkara mereka berdua. Tampaknya sang Yahudi menang dalam perkara tersebut. Maka yang Muslim merasa hal itu kurang adil. Dia tidak bisa menerima keputusan Rasulullah SAW.
    Lalu yang Muslim mengajak Yahudi itu kepada Abu Bakar. Setelah mereka selesai menyampaikan masalahnya, Abu Bakar berkata: “Ikutilah apa yang telah diputuskan oleh Baginda Rasulullah SAW”.
    Si Muslim tidak bisa menerimanya. Lalu mengajak yang Yahudi untuk menemui Umar bin Khaththab. Setelah mendengar penuturan lengkap tentang permasalahan kedua orang itu, Umar masuk ke kamarnya dan segera keluar lagi dengan membawa sebilah pedang. Umar memukulkan pedangnya ke leher si Muslim itu hingga dia menemui ajalnya. Sikap Umar bin Khaththab yang tegas ini mengingatkan kita bahwa dalam perspektif aqidah memang tidak layak bagi seorang muslim untuk menolak keputusan Rasululullah SAW. dan mengambil alternatif yang lain. Allah SWT berfirman:
    “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab 36).
    Dan sikap keras dan tegas Umar bin Khaththab dalam hal ini dibenarkan oleh Allah SWT. Setelah peristiwa itu turunlah firman Allah SWT:
    “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuh-nya.” (QS. An Nisa 65).
    Memang akan menjadi persoalan besar jika tidak ada sikap yang tegas kepada orang yang menolak keputusan Allah dan Rasul-Nya. Sebab hal itu akan menjadikan hukum syara’ disia-siakan. Pantaslah Khalifah Abu Bakar as Shiddiq yang sangat terkenal kehalusan budi bahasanya ternyata bersikap tegas dalam menghadapi pembangkangan dari kalangan orang-orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat. Khalifah tidak bisa menerima orang yang menyatakan loyal kepada pemerintahannya, tetap setia menjalankan shalat, tapi menolak membayar zakat. Shalat lima waktu hukumnya wajib, zakat pun hukumnya wajib. Tidak boleh dibedakan. Maka dengan tegas Khalifah mengatakan: “Kalau sekiranya mereka menolak membayar anak unta (zakat) yang mereka bayarkan kepada Rasulullah. SAW., pasti aku akan memerangi mereka”.
    Harus dipahami bahwa sikap menolak keputusan Rasulullah SAW. adalah sikap yang berlawanan dengan aqidah Islam yang diakui seorang muslim. Seorang muslim sudah selayaknya menerima segala keputusan Rasulullah SAW. yang mengadili perkara mereka dengan sikap berserah diri secara total, tanpa reserve. Dalam firman Allah SWT Surat An Nisa ayat 65 tersebut, satu penolakan saja bisa menggugurkan keimanannya dan dikategorikan sebagai tidak beriman, alias murtad. Dan murtad itu hukumannya adalah mati.
    Bila satu hukum dibiarkan tersia-siakan, maka hukum-hukum syariah yang lain akan mengalami nasib serupa. Berarti akan hancurlah hukum syariah. Oleh karena itu, sikap yang ditampilkan Umar bin Khaththab r.a. dan Khalifah Abu Bakar r.a. yang tegas terhadap orang-orang yang menolak syariah adalah sikap kenegarawanan yang memiliki pandangan yang sangat jauh ke depan.
    Di manapun kegoncangan terhadap sistem akan selalu ada. Masalahnya apakah sebuah sistem punya mekanisme untuk mengatasinya. Islam sebagai dinullah yang memiliki sistem ideologi yang sempurna memiliki system dan mekanisme untuk menjaga aqidah dan ideologi pemeluknya. Arahan Al Quran tentang bahayanya murtad dan perlunya orang menjaga keislaman dan ketaqwaan sampai akhir hayat dipadu dengan mekanisme hukum untuk orang-orang yang murtad.
    Sehingga bila ada yang melakukan tindakan berbahaya, yaitu murtad, maka yang bersangkutan akan diajak diskusi hingga terbukti bahwa dia murtad, lalu diperingatkan bahayanya murtad yang bakal menghapus seluruh amal (QS. Al Baqarah 217). Dan diberi tempo tiga hari. Jika dia kembali maka dimaafkan dan kembali normal. Namun jika menolak, yang bersangkutan dihukum mati. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah”.
    Jika menolak satu saja keputusan hukum yang disampaikan baginda Rasulullah SAW sudah tergolong murtad dan layak mendapatkan hukuman mati, bagaimana pula dengan orang-orang yang secara total menolak syariah?
    Wallahu a’lam!
    ***
    Oleh: Muhammad Al Khaththath
     
  • erva kurniawan 1:38 am pada 8 Desember 2011 Permalink | Balas  

    Sayidatina Fatimah r.ha
    Dia besar dalam suasana kesusahan. Ibundanya pergi ketika usianya terlalu muda dan masih memerlukan kasih sayang seorang ibu. Sejak itu, dialah yang mengambil alih tugas mengurus rumahtangga seperti memasak, mencuci dan menguruskan keperluan ayahandanya.
    Di balik kesibukan itu, dia juga adalah seorang yang paling kuat beribadah. Keletihan yang ditanggung akibat seharian bekerja menggantikan tugas ibunya yang telah pergi itu, tidak pula menghalang Sayidatina Fatimah daripada bermunajah dan beribadah kepada Allah SWT. Malam- malam yang dilalui, diisi dengan tahajud, zikir dan siangnya pula dengan sembahyang, puasa, membaca Al Quran dan lain-lain. Setiap hari, suara halusnya mengalunkan irama Al Quran.
    Di waktu umurnya mencapai 18 tahun, dia dikawinkan dengan pemuda yang sangat miskin hidupnya. Bahkan karena kemiskinan itu, untuk membayar mas kawin pun suaminya tidak mampu lalu dibantu oleh Rasulullah SAW.
    Setelah berkawin kehidupannya berjalan dalam suasana yang amat sederhana, gigih dan penuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Digelari Singa Allah, suaminya Sayidina Ali merupakan orang kepercayaan Rasulullah SAW yang diamanahkan untuk berada di barisan depan dalam tentera Islam. Maka dari itu, seringlah Sayidatina Fatimah ditinggalkan oleh suaminya yang pergi berperang untuk berbulan-bulan lamanya. Namun dia tetap ridho dengan suaminya. Isteri mana yang tidak mengharapkan belaian mesra daripada seorang suami. Namun bagi Sayidatina Fatimah r.ha, saat-saat berjauhan dengan suami adalah satu kesempatan berdampingan dengan Allah SWT untuk mencari kasih-Nya, melalui ibadah-ibadah yang dibangunkan.
    Sepanjang kepergian Sayidina Ali itu, hanya anak-anak yang masih kecil menjadi temannya. Nafkah untuk dirinya dan anak-anaknya Hassan, Hussin, Muhsin, Zainab dan Umi Kalsum diusahakan sendiri. Untuk mendapatkan air, berjalanlah dia sejauh hampir dua batu dan mengambilnya dari sumur yang 40 hasta dalamnya, di tengah teriknya matahari padang pasir. Kadangkala dia lapar sepanjanghari. Sering dia berpuasa dan tubuhnya sangat kurus hingga menampakkan tulang di dadanya.
    Pernah suatu hari, ketika dia sedang tekun bekerja di sisi batu pengisar gandum, Rasulullah datang berkunjung ke rumahnya. Sayidatina Fatimah yang amat keletihan ketika itu lalu menceritakan kesusahan hidupnya itu kepada Rasulullah SAW. Betapa dirinya sangat letih bekerja, mengangkat air, memasak serta merawat anak-anak. Dia berharap agar Rasulullah dapat menyampaikan kepada Sayidina Ali, kalau mungkin boleh disediakan untuknya seorang pembantu rumah. Rasulullah saw merasa terharu terhadap penanggungan anaknya itu. Namun baginda amat tahu, sesungguhnya Allah memang menghendaki kesusahan bagi hamba-Nya sewaktu di dunia untuk membeli kesenangan di akhirat. Mereka yang rela bersusah payah dengan ujian di dunia demi mengharapkan keridhoan-Nya, mereka inilah yang mendapat tempat di sisi-Nya. Lalu dibujuknya Fatimah r.ha sambil memberikan harapan dengan janji-janji Allah. Baginda mengajarkan zikir, tahmid dan takbir yang apabila diamalkan, segala penanggungan dan bebanan hidup akan terasa ringan.
    Ketaatannya kepada Sayidina Ali menyebabkan Allah SWT mengangkat derajatnya. Sayidatina Fatimah tidak pernah mengeluh dengan kekurangan dan kemiskinan keluarga mereka. Tidak juga dia meminta-minta hingga menyusah-nyusahkan suaminya.
    Dalam pada itu, kemiskinan tidak menghilang Sayidatina Fatimah untuk selalu bersedekah. Dia tidak sanggup untuk kenyang sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan. Dia tidak rela hidup senang dikala orang lain menderita. Bahkan dia tidak pernah membiarkan pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberikan sesuatu meskipun dirinya sendiri sering kelaparan. Memang cocok sekali pasangan Sayidina Ali ini karena Sayidina Ali sendiri lantaran kemurahan hatinya sehingga digelar sebagai ‘Bapa bagi janda dan anak yatim di Madinah.
    Namun, pernah suatu hari, Sayidatina Fatimah telah menyebabkan Sayidina Ali tersentuh hati dengan kata-katanya. Menyadari kesalahannya, Sayidatina Fatimah segera meminta maaf berulang-ulang kali.
    Ketika dilihatnya raut muka suaminya tidak juga berubah, lalu dengan berlari-lari bersama anaknya mengelilingi Sayidina Ali. Tujuh puluh kali dia ‘tawaf’ sambil merayu-rayu memohon dimaafkan. Melihatkan aksi Sayidatina Fatimah itu, tersenyumlah Sayidina Ali lantas memaafkan isterinya itu.
    “Wahai Fatimah, kalaulah dikala itu engkau mati sedang Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menyembahyangkan jenazahmu,” Rasulullah SAW memberi nasehat kepada puterinya itu ketika masalah itu sampai ke telinga baginda.
    Begitu tinggi kedudukan seorang suami yang ditetapkan Allah SWT sebagai pemimpin bagi seorang isteri. Betapa seorang isteri itu perlu berhati-hati dan sopan di saat berhadapan dengan suami. Apa yang dilakukan Sayidatina Fatimah itu bukanlah disengaja, bukan juga dia membentak – bentak, marah-marah, meninggikan suara, bermasam muka, atau lain-lain yang menyusahkan Sayidina Ali meskipun demikian Rasulullah SAW berkata begitu terhadap Fatimah.
    Ketika perang Uhud, Sayidatina Fatimah ikut merawat luka Rasulullah. Dia juga turut bersama Rasulullah semasa peristiwa penawanan Kota Makkah dan ketika ayahandanya mengerjakan ‘Haji Wada’ pada akhir tahun 11 Hijrah. Dalam perjalanan haji terakhir ini Rasulullah SAW telah jatuh sakit. Sayidatina Fatimah tetap di sisi ayahandanya. Ketika itu Rasulullah membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah r.ha membuatnya menangis, kemudian Nabi SAW membisikkan sesuatu lagi yang membuatnya tersenyum.
    Dia menangis karena ayahandanya telah membisikkan kepadanya berita kematian baginda. Namun, sewaktu ayahandanya menyatakan bahwa dialah orang pertama yang akan berkumpul dengan baginda di alam baqa’, gembiralah hatinya. Sayidatina Fatimah meninggal dunia enam bulan setelah kewafatan Nabi SAW, dalam usia 28 tahun dan dimakamkan di Perkuburan Baqi’, Madinah.
    Demikianlah wanita utama, agung dan namanya harum tercatat dalam al-Quran, disusahkan hidupnya oleh Allah SWT. Sengaja dibuat begitu oleh Allah kerana Dia tahu bahawa dengan kesusahan itu, hamba-Nya akan lebih hampir kepada-Nya. Begitulah juga dengan kehidupan wanita-wanita agung yang lain. Mereka tidak sempat berlaku sombong serta membangga diri atau bersenang-senang. Sebaliknya, dengan kesusahan-kesusahan itulah mereka dididik oleh Allah untuk senantiasa merasa sabar, ridho, takut dengan dosa, tawadhuk (merendahkan diri), tawakkal dan lain-lain. Ujian-ujian itulah yang sangat mendidik mereka agar bertaqwa kepada Allah SWT. Justru, wanita yang sukses di dunia dan di akhirat adalah wanita yang hatinya dekat dengan Allah, merasa terhibur dalam melakukan ketaatan terhadap-Nya, dan amat bersungguh-sungguh menjauhi larangan-Nya, biarpun diri mereka menderita.
    ***
    Oleh: Miftachul Arifin
     
    • necel 1:49 am pada 8 Desember 2011 Permalink

      Sangat menginspirasi kita semua
  • erva kurniawan 1:18 am pada 7 Desember 2011 Permalink | Balas  

    Kesabaran Imam Al-Baqir
    Seorang Nasrani bermaksud mengejek-ejek Imam Muhammad bin Ali bin Husain yang digelari orang dengan panggilan “Al-Baqir” (yang luas pentahuannya). Orang Nasrani itu berkata kepadanya: “Engkau adalah baqar (lembu).” Maka Imam Baqir menjawab dengan penuh kelembutan: “Bukan, tetapi saya adalah Al-Baqir.”
    Orang Nasrani tersebut tidak menghiraukan jawaban itu. Selanjutnya ia berkata: “Engkau adalah anak seorang tukang masak. Engkau adalah anak seorang wanita hitam yang mulutnya berbau busuk.” Al-Baqir menjawab: “Seandainya engkau benar, maka aku doakan semoga wanita itu diampuni oleh Allah, dan jika engkau bohong, maka aku doakan semoga Allah mengampunimu.”
    Ternyata sikap lemah-lembut dan pemaaf yang dimiliki oleh Imam Muhammad bin Ali bin Husain itu telah menimbulkan rasa kagum pada diri orang Nasrani tersebut, sehingga akhirnya diapun bertaubat untuk tidak mengulangi lagi perangai buruknya itu dan menyatakan dirinya masuk ke dalam agama Islam.
    Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a katanya: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w bersabda: Kekuatan itu tidak dibuktikan dengan kemenangan yang terus menerus
    Tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika sedang marah. [Bukhari & Muslim]
    Innallaha Ma’ashobirin:  Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.
    ***
    Oleh: Miftachul Arifin
     
  • erva kurniawan 1:14 am pada 4 Desember 2011 Permalink | Balas  

    Abu Bakar Dengan Tukang Ramal
    Abu Bakar mempunyai seorang hamba yang menyerahkan sebagian dari pendapatan hariannya. Pada suatu hari hambanya itu telah membawa makanan lalu dimakan sedikit oleh Abu Bakar. Hamba itu berkata:
    “Kamu selalu bertanya tentang sumber makanan yang aku bawa tetapi hari ini kamu tidak berbuat demikian”.
    “Aku terlalu lapar sehingga aku lupa bertanya. Terangkan kepada ku dimana kamu mendapat makanan ini”.
    Hamba: “Sebelum aku memeluk Islam aku menjadi tukang ramal. Orang-orang yang aku ramal nasibnya kadang-kadang tidak dapat bayar uang kepadaku. Mereka berjanji akan membayarnya apabila sudah memperoleh uang. Aku telah berjumpa dengan mereka hari ini. Merekalah yang memberikan aku makanan ini.”
    Mendengar kata-kata hambanya Abu Bakar memekik : “Ah! Hampir saja kau bunuh aku”.
    Kemudian dia coba mengeluarkan makanan yang telah ditelannya. Ada orang yang menyarankan supaya dia mengisi perutnya dengan air dan kemudian memuntahkan makanan yang ditelannya tadi. Saran ini diterima dan dilaksanakannya sehingga makanan itu dimuntah keluar.
    Kata orang yang mengamati : “Semoga Allah memberikan rahmat atas mu. Kamu telah bersusah payah karena makanan yang sedikit”.
    Kepada orang itu Abu Bakar menjawab: Aku sudah pasti memaksanya keluar walaupun dengan berbuat demikian aku mungkin kehilangan nyawaku sendiri. Aku mendengar Nabi berkata : “Badan yang tumbuh subur dengan makanan haram akan merasakan api neraka”. Oleh karena itulah maka aku memaksa makanan itu keluar takut kalau-kalau ia menyuburkan badanku.
    Abu Bakar sangat teliti tentang haram halalnya makanan yang dimakannya.
    Jangan mendapatkan harta melalui jalan yang haram, Jangan gunakan harta yang haram bagi diri sendiri apalagi untuk orang lain.
    Kelak diyaumil akhir akan ditanya “Dari mana kamu peroleh hartamu & kemana kau belanjakan “
    ***
    Dari Sahabat
     
  • erva kurniawan 1:49 am pada 30 November 2011 Permalink | Balas  

    Biarkan Dia Berbicara
    Hari itu para pembesar Quraisy mengadakan sidang umum. Mereka memperbincangkan berkembangnya gerakan baru yang diasaskan Muhammad. Ada dua pilihan. To shoot it out atau to talk it out. Membasmi gerakan itu sampai habis atau mengajaknya bicara sampai tuntas. Pilihan kedua yang diambil.
    Untuk itu serombongan Quraisy menemui Nabi saw. Beliau sedang berada di masjid. Utbah bin Rabi’ah anggota Dar al-Nadwah (parlemen) yang paling pandai berbicara, berkata : “Wahai kemenakanku! Aku memandangmu sebagai orang yang terpandang dan termulia diantara kami. Tiba-tiba engkau datang kepada kami membawa paham baru yang tidak pernah dibawa oleh siapapun sebelum engkau. Kauresahkan masyarakat, kautimbulkan perpecahan, kaucela agama kami. Kami khawatir suatu kali terjadilah peperangan diantara kita hingga kita semua binasa.
    Apa sebetulnya yang kaukehendaki. Jika kauinginkan harta, akan kami kumpulkan kekayaan dan engkau menjadi orang terkaya diantara kami. Jika kau inginkan kemuliaan, akan kami muliakan engkau sehingga engkau menjadi orang yang paling mulia. Kami tidak akan memutuskan sesuatu tanpa meminta pertimbanganmu. Atau, jika ada penyakit yang mengganggumu, yang tidak dapat kauatasi, akan kami curahkan semua perbendaharaan kami sehingga kami dapatkan obat untuk menyembuhkanmu. Atau mungkin kauinginkan kekuasaan, kami jadikan kamu penguasa kami semua.”
    Nabi saw mendengarkan dengan sabar. Tidak sekalipun beliau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi bertanya, “Sudah selesaikah ya Abal Walid?” Sudah, kata Utbah. Nabi membalas ucapan Utbah dengan membaca surat Fushilat: “Ha mim. Diturunkan al-Qur’an dari Dia yang Mahakasih Mahasayang. Sebuah kitab, yang ayat-ayatnya dijelaskan. Qur’an dalam bahasa Arab untuk kaum yang berilmu…..” Nabi saw terus membaca. ketika sampai ayat sajdah, ia bersujud.
    Sementara itu Utbah duduk mendengarkan sampai Nabi menyelesaikan bacaannya. kemudian, ia berdiri. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Kaumnya berkata, “lihat, Utbah datang membawa wajah yang lain.”
    Utbah duduk di tengah-tengah mereka. perlahan-lahan ia berbicara, “Wahai kaum Quraisy, aku sudah berbicara seperti yang kalian perintahkan. Setelah aku berbicara, ia menjawabku dengan suatu pembicaraan. Demi Allah, kedua telingaku belum pernah mendengar ucapan seperti itu. Aku tidak tahu apa yang diucapkannya. Wahai kaum Quraisy! Patuhi aku hari ini. Kelak boleh kalian membantahku. Biarkan laki-laki itu bicara. Tinggalkan dia. Demi Allah, ia tidak akan berhenti dari gerakannya. Jika ia menang, kemuliannya adalah kemulianmu juga.”
    Orang-orang Quraisy berteriak, “Celaka kamu, hai Abul Walid. Kamu sudah mengikuti Muhammad”. Orang Quraisy ternyata tidak mengikuti nasihat Utbah (Hayat al-Shahabah 1:37-40; Tafsir al-durr al-Mansur 7:309, Tafsir Ibn Katsir 4:90, Tafsir Mizan 17:371) Mereka memilih logika kekuatan, dan bukan kekuatan logika.
    Peristiwa itu sudah lewat ratusan tahun yang lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi saw. dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak Nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Yang menakjubkan kita adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh Utbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi saw. dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi berbicara.
    Jangankan mendengarkan pendapat kaum kafir. Kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Seperti pembesar-pembesar Quraisy, kita lebih sering memilih shoot it out!
    Akankah kita meniru akhlak Rasulullah ? …………. Insya Allah
    ***
    Dari Sahabt
     
  • erva kurniawan 1:48 am pada 29 November 2011 Permalink | Balas  

    Anda Melakukan Tiga Kesalahan
    Umar bin Khatab terkenal sebagai khalifah yang suka berjalan di tengah malam untuk mengontrol keadaan rakyatnya. Di suatu malam, Umar mendengar suara seorang laki-laki dalam sebuah rumah yang sedang tertawa asyik ditingkahi gelegak tawa wanita.
    Umar mengintip, lalu memanjat jendela dan masuk ke rumah tersebut seraya menghardik, “hai hamba Allah! apakah kamu mengira Allah akan menutup aibmu padahal kamu berbuat maksiat!!!”
    Orang tua itu menjawab dengan tenang, “Jangan terburu-buru ya Umar, saya boleh jadi melakukan satu kesalahan tapi anda telah melakukan tiga kesalahan. Pertama, Allah berfirman, Wa la tajassasu…”jangan kamu (mengintip) mencari-cari kesalahan orang lain” (al-Hujurat: 12).
    Wa qad tajassasta (dan Anda telah melakukan tajasus).
    Kedua, “Masuklah ke rumah-rumah dari pintunya” (Al-Baqarah 189) dan Anda sudah menyelinap masuk.
    Ketiga, anda sudah masuk rumah tanpa izin, sedangkan Allah telah berfirman, “Janganlah kamu masuk ke rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin…” (An-Nur 27)
    Umar berkata, “apakah lebih baik disisimu kalau aku memaafkanmu?” Lelaki tersebut menjawab, “ya”. Lalu Umar pun memaafkannya dan pergi dari rumah tersebut.
    Sekarang tengoklah tingkah laku kita. Bukankah Kita lebih suka mencari kesalahan saudara kita. Bila kita tak jumpai rekan kita di pengajian, kita tuduh dia sebagai orang yang melalaikan diri dari mengingat Allah. Ketika kali kedua, kita tak menemui saudara kita saat sholat jum’at, kita cap dia sebagai orang yang lebih mementingkan urusan dunia daripada urusan akherat. Ketika kali ketiga kita lihat dia duduk bersenda gurau dengan lawan jenisnya, mulai kita berpikir bahwa saudara kita tersebut telah terkunci mata hatinya.
    Dengan tuduhan dan prasangka seperti itu, boleh jadi kita telah melakukan beberapa kali kesalahan yang lebih banyak dibanding saudara kita tersebut. Mari kita tanamkan sifat Khusnudhon (berprasangka baik) kepada orang lain.
    ***
    Dari Sahabat
     
    • saiful A 5:13 pm pada 10 Desember 2011 Permalink

      assalaamu’alaikum antum ,tolong banget mau minta ijin sare semu catatanya untuk dapat di baca oleh saudara2 saya
      jazakumullah hu khoiron
    • erva kurniawan 12:33 pm pada 12 Desember 2011 Permalink

      Silahkan.. Jazakumullah khairan katsiroo
    • brandhon 1:21 pm pada 4 Februari 2012 Permalink

      jamaah oh jamaah (354)
  • erva kurniawan 1:21 am pada 28 November 2011 Permalink | Balas  

    Aminah Bunda Rasulullah s.a.w
    Seorang wanita berhati mulia, pemimping para ibu. Seorang ibu yang telah menganugerahkan anak tunggal yang mulia pembawa hidayah. Dialah Aminah biti Wahab. Ibu dari Muhammad bin Abdullah yang diutus Allah sebagai rahmat seluruh alam. Cukuplah baginya kemuliaan dan kebangggaan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa Allah azza wa jalla memilihnya sebagai ibu seorang rasul mulia dan nabi yang terakhir.
    Berkatalah Muhammad puteranya tentang nasabnya. ” Allah telah memilih aku dari Kinanah, dan memilih Kinanah dari suku Quraisy bangsa Arab. Aku berasal dari keturunan orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik.” Dengarlah sabdanya lagi, “Allah memindahkan aku dari sulbi-sulbi yang baik ke rahim-rahim yang suci secara terpilih dan terdidik. Tiadalah bercabang dua, melainkan aku di bagian yang terbaik.”
    Aminah bukan cuma ibu seorang rasul atau nabi, tetapi juga wanita pengukir sejarah. Kerana risalah yang dibawa putera tunggalnya sempurna, benar dan kekal sepanjang zaman. Suatu risalah yang bermaslahat bagi ummat manusia. Berkatalah Ibnu Ishaq tentang Aminah bt Wahab ini. “Pada waktu itu ia merupakan gadis yang termulia nasab dan kedudukannya di kalangan suku Quraisy.”
    Menurut penilaian Dari. Bint Syaati tentang Aminah ibu Muhammad yaitu. “Masa kecilnya dimulai dari lingkungan paling mulia, dan asal keturunannya pun paling baik. Ia memiliki kebaikan nasab dan ketinggian asal keturunan yang dibanggakan dalam masyarakat aristokrasi yang sangat membanggakan kemuliaan nenek moyang dan keturunannya.”
    Aminah merupakan bunga yang indah di kalangan Quraisy serta menjadi puteri dari pemimpin bani Zuhrah. Pergaulannya senantiasa dalam penjagaan dan tertutup dari pandangan mata. Terlindung dari pergaulan bebas sehingga sukar untuk dapat mengetahui jelas penampilannya atau gambaran fisiknya. Para sejarawan hampir tidak mengetahui kehidupannya kecuali sebagai gadis Quraisy yang paling mulia nasab dan kedudukannnya di kalangan Quraisy.
    Meski tersembunyi, baunya yang harum semerbak keluar dari rumah bani Zuhrah dan menyebar ke segala penjuru Makkah. Bau harumnya membangkitkan harapan mulia dalam jiwa para pemudanya yang menjauhi wanita-wanita lain yang terpandang dan dibicarakan orang.
    Allah memilih Aminah “Si Bunga Quraisy” sebagai isteri Abdullah bin Abdul Muthalib di antara gadis lain yang cantik dan suci. Banyak gadis yang meminang Abdullah sebagai suaminya seperti Ruqaiyah bt Naufal, Fatimah bt Murr, Laila al Adawiyah, dan masih banyak wanita lain yang telah meminang Abdullah.
    Ibnu Ishaq menuturkan tentang Abdul Muthalib yang membimbing tangan Abdullah anaknya setelah menebusnya dari penyembelihan. Lalu membawanya kpd Wahab bin Abdu Manah bin Zuhrah – yang waktu itu sebagai pemimpin bani Zuhrah – utk dikawinkan dgn Aminah.
    Abdullah adalah pemuda paling tampan di Makkah. Paling memukau dan paling terkenal di Makkah. Tak heran, jika ketika ia meminang Aminah, banyak wanita Makkah yang patah hati.
    Cahaya yang semula memancar di dahi Abdullah kini berpindah ke Aminah, padahal cahaya itulah yang membuat wanita-wanita Quraisy rela menawarkan diri sebagai calon isteri Abdullah. Setelah berhasil mengawini Aminah, Abdullah pernah bertanya kpd Ruqaiyah mengapa tidak menawarkan diri lagi sebagai isterinya.Jawab Ruqaiyah, ” Cahaya yang ada padamu dulu telah meninggalkanmu, dan kini aku tidak memerlukanmu lagi.”
    Fatimah bi Murr yang ditanyai juga berkata, ” Hai Abdullah, aku bukan seorang wanita jahat, tetapi kulihat aku melihat cahaya di wajahmu, krn itu aku ingin memilikimu. Namun Allah tak mengizinkan kecuali memberikannnya kpd orang yang dikehendakiNya.” Jawaban serupa juga disampaikan oleh Laila al Adawiyah. “Dulu aku melihat cahaya bersinar di antara kedua matamu krn itu aku mengharapkanmu. Namun engkau menolak. Kini engkau telah mengawini Aminah, dan chaya itu telah lenyap darimu.” Memang “cahaya” itu telah berpindah dari Abdullah kpd Aminah. Cahaya ini setelah berpindah-pindah dari sulbi-sulbi dan rahim-rahim lalu menetap pd Aminah yang melahirkan Nabi Muhammad SAW. Bagi Muhammad merupakan hasil dari doa Ibrahim bapanya. Kelahirannya sebagai khabar gembira dari Isa saudaranya, dan merupakan hasil mimpi dari Aminah ibunya. Aminah pernah bermimpi seakan-akan sebuah cahaya keluar darinya menyinari istana-istana Syam. Dari suara ghaib itu mendengar, “Engkau sedang mengandung pemimpin ummat.”
    Allah telah mengabulkan doa Ibrahim as seperti disebutkan dalam surah al Baqarah ayat 129 “Ya Tuhan kami. Utuslah bagi mereka seorang rasul dari kalangan mereka.” Dan terwujudlah kabar gembira dari Isa as. seperti tersebut dalam surah as Shaff ayat 6 “Dan memberi khabar gembira dgn (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, namanya Ahmad (Muhammad).” Benar pulalah tentang ramalan mimpi Aminah tentang cahaya yang keluar dari dirinya yang menerangi istana-istana Syam itu.
    ***
    Dari Sahabat
     
  • erva kurniawan 1:25 am pada 20 November 2011 Permalink | Balas  

    Tak Ada Jalan Untuk Maksiat
    Ibrahim bin Adham bercerita bahwa ia pernah didatangi seorang laki-laki yang berkata kepadanya: “Wahai Abu Ishak (Ibrahim bin Adham)! Saya seorang yang banyak berdosa, seorang yang dzalim. Sudikah kiranya Tuan mengajari saya hidup zuhud, agar Alloh menerangi jalan hidup saya dan melembutkan hati saya yang kesat ini.”
    Ibrahim bin Adham menjawab, “Kalau kau dapat memegang teguh enam perkara berikut ini, niscaya engkau akan selamat.”
    “Apa itu?” Tanyanya.
    “Pertama, bila engkau bermaksiat, janganlah engkau memakan rizki Alloh.”
    “Jika di seluruh penjuru bumi ini, baik di barat maupun di timur, didarat maupun di laut, di kebun dan di gunung-gunung, ada rizki Alloh, maka dari mana aku makan?”
    “Wahai Saudaraku, pantaskah engkau memakan rizki Alloh, sementara engkau melanggar peraturan-Nya?”
    “ Tidak, demi Alloh! Lalu, apa yang kedua?”
    “Kedua, bila engkau bermaksiat kepada Alloh, janganlah engkau tinggal di negeri-Nya!”
    Lelaki itu menukas, “Tuan Ibrahim, demi Alloh yang kedua ini lebih berat.bukankah bumi ini milik-Nya? Kalau demikian halnya, dimana aku harus tinggal?”
    “Patutkah engkau makan rizki Alloh dan tinggal di bumi-Nya padahal engkau melakukan maksiat kepada-Nya?”
    “Tidak, Tuan Guru!”
    “Ketiga, jika engkau hendak berbuat maksiat, janganlah engkau lupakan Alloh yang Maha Melihat dan beranggapanlah bahwa Dia lalai kepadamu!”
    “Tuan Guru, bagaimana mungkin bisa begitu, padahal Alloh Maha Mengetahui segala rahasia dan melihat setiap hati nurani.”
    “Layakkah engkau menikmati rizki-Nya, tinggal di bumi-Nya dan maksiat kepada-Nya sedangkan Alloh melihat dan mengawasimu?”
    “Tentu saja tidak, wahai Tuan Guru.Lantas apa yang keempat?”
    “Apabila datang kepadamu malaikat maut, hendak mencabut nyawamu, maka katakan kepada malaikat itu, tunggulah dulu, aku akan bertobat.”
    Lelaki itu menjawab, “Tuan Guru, itu tidak mungkin dan ia tak mungkin mengabulkan permintaanku.”
    Ibrahim bertutur, “Kalau engkau sadar bahwa engkau tak mungkin mampu menolak keinginannya, maka tentu ia akan datang kepadamu kapan saja, mungkin sebelum engkau bertobat.”
    “Benar ucapan Guru! Sekarang apa yang kelima?”
    “Kelima, bilamana datang mungkar dan Nakir kepadamu, lawanlah kedua malaikat itu d engan seluruh kekuatanmu, bila kau mampu.”
    “Itu tidak mungkin, mustahil Tuan Guru.”
    Ibrahim bin Adham kemudian melanjutkan, ” Keenam, bila esok engkau berada di sisi Alloh SWT, dan Alloh menyuruhmu masuk neraka, katakanlah: Ya Alloh, aku tidak bersedia.”
    “Wahai Tuan Guru, cukuplah. Cukuplah nasihatmu!” Jawab lelaki itu, dan iapun pergi.
    ***
    • Dari : Anekdot-anekdot sufi Abdurrahaman Al-Jauzi
    Penerbit Al-Bayan 1995
     
  • erva kurniawan 1:59 am pada 16 November 2011 Permalink | Balas  

    Ridha Ilahi
    Oleh: Fikri Yathir
    Pada suatu hari, Nabi Musa as bermaksud menemui Tuhan di Bukit Sinai. Mengetahui maksud Musa, seorang yang sangat saleh mendatanginya, “Wahai Kalimullah, selama hidup saya telah berusaha untuk menjadi orang baik. Saya melakukan shalat, puasa, haji, dan kewajiban agama lainnya. Untuk itu, saya banyak sekali menderita. Tetapi tidak apa; saya hanya ingin tahu apa yang Tuhan persiapkan bagiku nanti. Tolong tanyakan kepada-Nya!”
    “Baik,” kata Musa seraya melanjutkan perjalanannya. Ia berjumpa dengan seorang pemabuk di pinggir jalan. “Mau ke mana? Tolong tanyakan pada Tuhan nasibku. Aku peminum, pendosa. Aku tidak pernah shalat, puasa, atau amal saleh lainnya. Tanyakan kepada Tuhan apa yang dipersiapkan-Nya untukku.” Musa menyanggupi untuk menyampaikan pesan dia kepada Tuhan.
    Ketika kembali dari Sinai, ia menyampaikan jawaban Tuhan kepada orang saleh, “Bagimu pahala besar, yang indah-indah.” Orang saleh itu berkata, “Saya memang sudah menduganya.” Kepada si pemabuk, Musa berkata, “Tuhan telah mempersiapkan bagimu tempat yang paling buruk.” Mendengar itu si pemabuk bangkit, dengan riang menari-nari. Musa heran mengapa ia bergembira dijanjikan tempat yang paling jelek.
    “Alhamdulillah. Saya tidak peduli tempat mana yang telah Tuhan persiapkan bagiku. Aku senang karena Tuhan masih ingat kepadaku. Aku pendosa yang hina-dina. Aku dikenal Tuhan! Aku kira tidak seorang pun yang mengenalku,” ucap pemabuk itu dengan kebahagiaan yang tulus. Akhirnya nasib keduanya di Lauh Mahfuzh berubah. Mereka bertukar tempat. Orang saleh di neraka dan orang durhaka di surga.
    Musa takjub. Ia bertanya kepada Tuhan. Jawaban Tuhan demikian: “Orang yang pertama, dengan segala amal salehnya, tidak layak memperoleh anugerah-Ku, karena anugerah-Ku tidak dapat dibeli dengan amal saleh. Orang yang kedua membuat Aku senang, karena ia senang pada apa pun yang Aku berikan kepadanya. Kesenangannya kepada pemberian-Ku menyebabkan Aku senang kepadanya.”
    Sandungan pertama dalam perjalanan menuju kesucian adalah ridha dengan diri sendiri. Kita merasa sudah banyak beramal, dan karena itu berhak untuk memperoleh segala anugerah Tuhan. Ketika kita mengalami kesulitan, kita berusaha keras untuk mengatasinya—lahir dan batin, lalu kita mohon pertolongan Allah. Dengan segala usaha itu, kita merasa berhak untuk mendapatkan pertolongan-Nya. Tuhan berkewajiban untuk melayani kita. Ketika yang kita tunggu tidak juga datang, kita marah kepada-Nya sambil berargumentasi, “Apalagi yang harus aku lakukan? Apa tidak cukup semua pengorbanan yang telah kuberikan?”
    “Janganlah kamu memberi dan menganggap pemberianmu sudah banyak,” firman Tuhan (Al-Qur’an 74: 6). Janganlah kamu berkata sudah semua kamu kerjakan. Setiap kali kamu berkata seperti itu, ingatlah, belum banyak yang kamu kerjakan. Secara lahiriah, merasa telah banyak berbuat membuat orang putus asa. Karena putus asa, ia tidak mau berbuat lagi. Seluruh geraknya terhenti. Secara batiniah, merasa telah berbuat banyak menjatuhkan tirai gelap yang menutup karunia Tuhan. Ia mengandalkan amalnya dan meremehkan pemberian Tuhan. Pada hakikatnya, ia masih berkutat dengan dirinya. Ia tidak berjalan menuju Tuhan. Ia berputar-putar di sekitar egonya. Ia tidak mencari ridha Tuhan. Ia mengejar ridha dirinya.
    Kepuasan akan diri telah banyak membinasakan para salik sepanjang sejarah. Hal yang sama telah melemahkan semangat para pejuang kebenaran. Mereka merasa telah berkorban habis-habisan, tetapi hasilnya tidak ada. Anda dapat menemukan perasaan ini pada orang-orang saleh di sudut mesjid dan juga pada para demonstran reformis di simpang jalan. Yang pertama menghapuskan ibadatnya, yang kedua menyia-nyiakan pengorbanan kawan-kawannya.
    Kepada siapa saja di antara Anda yang taat beribadat, bacalah doa ini setelah shalat Anda: “Tuhanku, ampunan-Mu lebih diharapkan dari amalku. Kasih-Mu lebih luas dari dosaku. Jika dosaku besar di sisi-Mu, ampunan-Mu lebih besar dari dosa-dosaku. Jika aku tidak berhak untuk meraih kasih-Mu, kasih-Mu pantas untuk mencapaiku dan meliputiku, karena kasih-sayang-Mu meliputi segala sesuatu. Dengan rahmat-Mu, wahai Yang Paling Pengasih dari segala Yang Mengasihi.”
    Kepada siapa saja di antara Anda yang sedang berjuang menegakkan kebenaran, tetapi Anda sudah letih dan merasa tidak berdaya, bacalah doa Nabi Muhammad SAW, ketika ia berlindung di kebun Utbah dengan kaki berlumuran darah, “Ya Allah, kepada-Mu aku adukan kelemahan diriku, ketidak-berdayaanku, dan kehinaanku di mata manusia. Wahai yang Mahakasih dan Mahasayang, wahai Tuhan orang-orang yang tertindas. Kepada tangan siapa akan Kau serahkan daku? Kepada orang jauh yang memperlakukanku dengan buruk? Atau kepada musuh yang Kau berikan kepadanya kekuasaan untuk melawanku? Semuanya aku tidak peduli, asalkan Engkau tidak murka kepadaku. Anugerah-Mu bagiku lebih agung dan lebih luas. Aku berlindung pada cahaya ridha-Mu, yang menyinari kegelapan. Janganlah murka-Mu turun kepadaku. Janganlah marah-Mu menimpaku. Kecamlah daku sampai Engkau ridha. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali melalui-Mu.”
    ***
    Dari Sahabat
     
  • erva kurniawan 1:14 am pada 23 Oktober 2011 Permalink | Balas
    Tags: , , , , ,   

    Onta yang Menangis
    Pada suatu hari, Rasululloh Shollallahu ‘alaihi wa Sallam masuk ke kebun seorang shohabat Anshor. Di dalam kebun itu ada seekor onta. Ketika melihat Rasululloh Shollallahu ‘alahi wa Sallam, onta itu merintih dan mencucurkan air mata. Rasululloh Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mendatangi onta itu. Beliau mengusap punggung dan kedua telinga onta yang menangis itu. Maka onta itupun diam. Rasululloh Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bertanya: “Siapakah pemilik onta ini? Milik siapa onta ini?”
    Maka datanglah seorang pemuda Anshor seraya berkata, “Onta ini milikku wahai Rasululloh!” Beliau bersabda, yang artinya: “Apakah kamu tidak takut kepada Alloh, atas hewan yang Alloh kuasakan padamu? Sesungguhnya onta ini mengadu kepadaku, bahwa engkau telah membuatnya lapar dan kelelahan.”
    Demikianlah nasehat Rasululloh Shollallahu ‘alaihi wa Sallam agar kita bersikap kasih dan sayang terhadap hewan peliharaan. Jangan terlalu membebaninya sehingga kelelahan apalagi sampai kelaparan.
    ***
    (Sumber Rujukan: Riyadhus Sholihin hadits no. 967)
     
    • awaludin 6:11 pm pada 26 Oktober 2011 Permalink

      thanks utk sharingnya. ijin copast ya di blog saya.
    • Sri Nurmi Atminarsih 11:55 am pada 30 Oktober 2011 Permalink

      Onta saja bisa menangis karena ditelantarkan haknya oleh pemiliknya.Wahai para suami yang mampu tapi tidak mau mencarikan nafkah buat keluarganya,takutlah akan Alloh jika keluargamu menuntut haknya,apalagi sampai menangis kepada Alloh karena ia tidak bisa lagi membantu suaminya mencarikan nafkah buat keluarganya karena dirinya sudah uzur.
    • annisa 9:50 am pada 4 November 2011 Permalink

      Subhanallah.. onta atau binatang lainnya sama sperti manusia.., hanya saja kita tak mengetahui bahasa mereka..
    • ariesta 8:24 pm pada 4 November 2011 Permalink

      subhanallah.. ini sangat bermanfaat bagi saya dan juga bisa saya share kembali pada adik dan teman saya.
      terimakasih banyak :)
  • erva kurniawan 1:08 am pada 19 Oktober 2011 Permalink | Balas  

    Jumlah Bukan segalanya
    Dalam islam, Jumlah bukanlah penentu segala galanya. Betapa banyak, golongan yang lebih kecil mengalahkan golongan yang lebih besar. Peristiwa peristiwa sejarah dan kegemilangan islam masa lampau,menunjukkan betapa umat islam yang berjumlah kecil, bisa mengalahkan pasukan musuh yang berjumlah lebih besar bahkan jauh berlipat lipat. Siapa yang menyangsikan kekuatan iman para sahabat ? Siapa yang menyangsikan kelurusan tauhid dan ketinggian para sahabat yang mulia ? Rupanya disinialah kuncinya pertolongan ALLAH. Ketika keimanan sangat tinggi, keyakinan akan pertolongan Allah begitu besar dan tidak bergantung kepada selain Allah, kekuatan pasukan muslim menjadi berlipat ganda. Allah menurunkan pasukannya dan menggentarkan hati hati musuh musuh islam sehingga dapat kita lihat bagaimana di Badar kaum kafir Qura’is terkalahkan.
    Dalam sejarah sejarah islam terdahulu, sungguh kita dapati bagaimana generasi terbaik umat ini berjuang untuk menegakkan agama islam. Sebagian besar peperangan yang dilaluinya jumlah pasukan kaum muslimin lebih kecil dari pada musuh nya. Rupanya para sahabat memang tidak menganggap bahwa jumlahlah penentu kemenangan. Bahkan dalam perang hunain, ketika seorang prajuruit merasa akan menang karena jumlah mereka yang besar, ternyata pasukan islam malah kocar kacir. Terbukti bahwa jumlah memang bukan penentu.
    Bulan jumadil’ awal 8 H, rosulullah memberangkatkan 3000 orang pasukan ke Syiria. Zaid bin haritsah ditunjuk sebagai panglima perang, dengan instruksi jika Zaid gugur, penggantinya adalah Ja’far bin Abu Thalib. Jika Ja’far gugur penggantinya adalah Abdullah bin Rawahah.
    Sampai di daearah Ma’an kaum muslim mengetahui bahwa kekuatan musuh mencapai 200 ribu terdiri dari 100 ribu tentara Romawi dan 100 ribu orang Nasrani keturunan Arab dari berbagai kabilah. Subhanallah, bagaimana 3000 orang akan melawan 200.000 pasukan? Logika saja mengatakan 1 orang harus menghadapi 1 : 60 – 70 Pasukan musuh.
    Selama 2 hari kamu muslim bermusyawarah tentang kondisi yang mereka hadapi. Ada yang mengusulkan agar mereka mengirimkan surat kepada Rosulullah, mereka berharap rosulullah mengirimkan pasukan tambahan. Namun Abdullah bin Rawahah tidak setuju dan berseru dengan semangat menyala “ Wahai manusia, apa yang tidak kalian sukai dalam pertempuran ini, justru yang selama ini kalian cari yaitu Syahid. Kita berperang bukan mengandalkan jumlah pasukan, kekuatan dan banyaknya perlengkapan dan perbekalan. Kita perangi mereka demi agama ini yang karena Allah memuliakan kita. Karena itu majulah terus dan raih satu dari dua kebaikan : Menang atau Mati Syahid.” (Ibnu Hisyam III/ 430).
    Menggeloralah semangat kaum muslimin akan hal ini. Zaid Bin Haritzah membawa pasukannya kedaerah yang terkenal dalam sejarah : Mu’tah. Disinilah pertempuran 3000 pejuang islam melawan 200 ribu pasukan musuh terjadi. Suasana pertempuran begitu sengit, dan syahidlah Panglima perang Zaid Bin Haritzah terkena panah pasukan romawi.
    Bendera islam dipegang oleh Ja’far bin Abu Thalib. Pahlawan islam yang baru kembali dari Habasyah ini berperang dengan gagah berani, sampai tangan kanannya berhasil ditebas musuh. Ketika tangan kanan nya telah terputus, dipeganglah bendera dengan tangan kiri. Begitu tangan kirinya putus, ditebas pedang musuh, dikempitlah bendera tersebut dengan sisa lengannya. Akhirnya pahlawan ini menemui robnya sebagai Syahid dengan tubuh terbelah dua dan lebih dari 70 luka di tubuhnya.
    Bendera dipunguit oleh Tsabit Bin Arqam dan diserahkan kepada Khalid Bin Walid, yang kala itu belum genap 3 bulan memeluk islam.Khalid pun menolak dan berkata “ Anda lebih patut memegangnya. Anda lebih tua dan telah ikut perang Badar” Jawab Khalid Bin Walid. “ Ambillah, hai laki laki. Demki Allah, aku mengambil bendera ini hanya karena akan kuberikan kepadamu. Jawab Tsabit.” Akhirnya Pasukan islam yang sedang terdesak ini dipimpin oleh Khalid Bin Walid. Rupanya khalid Bin Walid memang sangat ahli dalam strategi perang dan seorang panglima perang yang sangat brilian baik sebelum apalagi setelah menjadi seorang mukmin. Diaturlah strategi baru, pasukan yang semula berada di depan dialihkan kebelakang juga sebailiknya. Demikian juga pasukan Sayap kanan dialihkan ke kiri dan sebaliknya. Strategi luar biasa ini membuat musuh terkecoh, mengira pasukan islam mendapat tambahan pasukan. Perlahan lahan, pasukan islam yang awalnya dalam kondisi terancam bisa diselamatkan. Diakhir peperangan pasukan islam yang gugur hanya 13 orang. Buku buku sejarah , Tidak memberikan angka pasti berapa besar jumlah korban dari pasukan romawi.
    Betapa yang kecil tidak selalu terkalahkan dengan yang besar. Dalam perang Mu’tah ini, banyak sekali ibroh yang bisa diambil, bahwa kekuatan iman memegang peranan yang begitu besar. Jika kondisi islam saat ini yang jumlahnya begitu besar saja justru terpuruk,sudah seharusnya kita merenungkan dan mengambil sebuah pelajaran, mungkinkah kebesaran islam akan kembali dengan meminta bantuan dari musuh musuh islam yang seolah olah sangat baik membantu kita ? Mungkinkah kejayaan islam akan kembali tanpa kita memiliki rasa bangga terhadap islam dan lebih mencintai system islam daripada system buatan manusia ? Kita lihat, Sejak 1948, Tel Aviv menjadi ibukota Israel, dengan tangisan ratusan juta umat islam dan senyum kemenangan Israel dan presiden AS Hennry Truman saat itu, Tahun 67 Dataran tinggi Golan, Sinai , diambil Israel,tahun 81 pembantaian besar besaran di Kamp pengungsi Sabra & Shatilla dan beribu permasalahan yang tiada habisnya karena pendudukan Yahudi, Namun kini sebentar lagi Presiden Palestina Dan Israel akan berunding , duduk manis dengan Wasit Amerika. Mungkinkah dalam pertandingan sepakbola, seorang wasit adalah keluarga dari pemain musuh ?
    Kini jumlah kita sangat besar saudaraku. Namun dari jumlah yang besar ini, besar pula pengekor, yang sangat bangga dengan mengikuti budaya Barat. Dari jumlah yang besar ini, entah berapa banyak yang bangga dengan agamanya, entah berapa banyak yang ridho dengan syari’at islam, entah berapa yang banyak yang merindukan Syari’at islam tegak di bumi ini. Jumlah yang besar sesungguhnya merupakan potensi, tinggal bagaimana umat ini bersatu dalam dakwah dengan pemahaman yang benar. Manjadikan Al Qur’an dan sunnah sebagai pedoman. Dengan inilah Allah memberikan kabar gembira Nasrumminallah wa fatkhunqorib.
    Apalagi sauadaraku, dimanapun posisi kita marilah kita menjadi bagian dalam dakwah untuk meninggikan kalimat Allah..Dikantor, dirumah, lewat tulisan, lewat perbuatan bahkan jika mampu dengan lisan atau tangan kita Tidak salah jika seorang penyair mengatakan, umat islam memang sudah seharusnya ada yang terbang tinggi seperti burung, namun perlu juga ada yang merayap seperti cacing.
    Semoga bermanfaat, mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.
    ***
    Dari Sahabat Daromi
     
  • erva kurniawan 1:27 am pada 13 Oktober 2011 Permalink | Balas
    Tags: , , , , ,   

    Ketika Rasulullah SAW Memberikan Syafaat Kepada Ummatnya di Hari Kiamat
    Ini adalah sekelumit “kisah masa depan”, ketika seluruh manusia berkumpul di hari kiamat. Kisah ini disampaikan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya. Dalam kisah itu diceritakan bahwa Allah mengumpulkan seluruh manusia dari yang pertama hingga yang terakhir dalam satu daratan. Pada hari itu matahari mendekat kepada mereka, dan manusia ditimpa kesusahan dan penderitaan yang mereka tidak kuasa menahannya.
    Lalu di antara mereka ada yang berkata, “Tidakkah kalian lihat apa yang telah menimpa kita, tidakkah kalian mencari orang yang bisa memberikan syafa’at kepada Rabb kalian?”
    Yang lainnya lalu menimpali, “Bapak kalian adalah Adam AS.”
    Akhirnya mereka mendatangi Adam lalu berkata, “Wahai Adam, Anda bapak manusia, Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya, dan meniupkan ruh kepadamu, dan memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu, dan menempatkanmu di surga. Tidakkah engkau syafa’ti kami kepada Rabb-mu? Apakah tidak kau saksikan apa yang menimpa kami?”
    Maka Adam berkata, “Sesungguhnya Rabbku pada hari ini sedang marah yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya, dan sesungguhnya Dia telah melarangku untuk mendekati pohon (khuldi) tapi aku langgar. Nafsi nafsi (aku mengurusi diriku sendiri), pergilah kalian kepada selainku, pergilah kepada Nuh AS.”
    Lalu mereka segera pergi menemui Nuh AS dan berkata, “Wahai Nuh, engkau adalah Rasul pertama yang diutus ke bumi, dan Allah telah memberikan nama kepadamu seorang hamba yang bersyukur (abdan syakuro), tidakkah engkau saksikan apa yang menimpa kami, tidakkah engkau lihat apa yang terjadi pada kami? Tidakkah engkau beri kami syafa’at menghadap Rabb-mu?”
    Maka Nuh berkata, “Sesungguhnya Rabbku pada hari ini marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya. Sesungguhnya aku punya doa, yang telah aku gunakan untuk mendoakan (celaka) atas kaumku. Nafsi nafsi, pergilah kepada selainku, pergilah kepada Ibrahim AS!”
    Lalu mereka segera menemui Ibrahim dan berkata, “Wahai Ibrahim, engkau adalah Nabi dan kekasih Allah dari penduduk bumi, syafa’atilah kami kepada Rabb-mu! Tidakkah kau lihat apa yang menimpa kami?”
    Maka Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya, dan sesungguhnya aku telah berbohong tiga kali. Nafsi nafsi, pergilah kalian kepada selainku, pergilah kalian kepada Musa AS!”
    Lalu mereka segera pergi ke Musa, dan berkata, “Wahai Musa, engkau adalah utusan Allah. Allah telah memberikan kelebihan kepadamu dengan risalah dan kalam-Nya atas sekalian manusia. Syafa’atilah kami kepada Rabb-mu! Tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”
    Lalu Musa berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini sedang marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan pernah marah seperti ini sesudahnya. Dan sesungguhnya aku telah membunuh seseorang yang aku tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Nafsi nafsi, pergilah kalian kepada selainku, pergilah kalian kepada Isa AS!”
    Lalu mereka pergi menemui Isa, dan berkata, “Wahai Isa, engkau adalah utusan Allah dan kalimat-Nya yang dilontarkan kepada Maryam, serta ruh dari-Nya. Dan engkau telah berbicara kepada manusia semasa dalam gendongan. Berilah syafa’at kepada kami kepada Rabb-mu! Tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”
    Maka Isa berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini sedang marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya. Nafsi nafsi, pergilah kepada selainku, pergilah kepada Muhammad SAW!”
    Akhirnya mereka mendatangi Muhammad SAW, dan berkata, “Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Allah telah mengampuni dosamu yang lalu maupun yang akan datang. Syafa’atilah kami kepada Rabb-mu, tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”
    Lalu Nabi Muhammad SAW pergi menuju bawah ‘Arsy. Di sana beliau bersujud kepada Rabb, kemudian Allah membukakan kepadanya dari puji-pujian-Nya, dan indahnya pujian atas-Nya, sesuatu yang tidak pernah dibukakan kepada seorangpun sebelum Nabi Muhammad. Kemudian Allah SWT berkata kepada Muhammad, “Wahai Muhammad, angkat kepalamu, mintalah, niscaya kau diberi, dan berilah syafa’at niscaya akan dikabulkan!”
    Maka Muhammad SAW mengangkat kepalanya dan berkata, “Ummatku wahai Rabb-ku, ummatku wahai Rabb-ku, ummatku wahai Rabb-ku!”
    Lalu disampaikan dari Allah kepadanya, “Wahai Muhammad, masukkan ke surga di antara umatmu yang tanpa hisab dari pintu sebelah kanan dari sekian pintu surga, dan mereka adalah ikut memiliki hak bersama dengan manusia yang lain pada selain pintu tersebut dari pintu-pintu surga.”
    ***
    Di dalam kisah ini, Rasulullah SAW juga menceritakan bahwa lebar jarak antara kedua sisi pintu surga itu, bagaikan jarak Makkah dan Hajar, atau seperti jarah Makkah dan Bushro. Hajar adalah nama kota besar pusat pemerintahan Bahrain. Sedangkan Bushro adalah kota di Syam. Bisa kita bayangkan, betapa tebalnya pintu-pintu surga itu..
    Itulah sekelumit kisah nyata di masa depan ketika hari kiamat. Pada hari itu, Rasulullah SAW memberi syafa’at kepada ummatnya. Pada hari itu Rasulullah SAW menjadi sayyid (tuan)nya manusia. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW.
    ***
    Maraji’ : Hadits Riwayat Bukhari – Muslim
     
  • erva kurniawan 1:21 am pada 12 Oktober 2011 Permalink | Balas
    Tags: , , , , ,   

    Istana Umar bin Khattab
    “Dimanakan istana raja negeri ini?” tanya seorang Yahudi dari Mesir yang baru saja tiba di pusat pemerintahan Islam, Madinah.
    “Lepas Dzuhur nanti beliau akan berada di tempat istirahatnya di depan masjid, dekat batang kurma itu,” jawab lelaki yang ditanya.
    Dalam benak si Yahudi Mesir itu terbayang keindahan istana khalifah. Apalagi umat Islam sedang di puncak jayanya. Tentu bangunan kerajaannya pastilah sebuah bangunan yang megah dengan dihiasi kebun kurma yang rindang tempat berteduh khalifah.
    Namun, lelaki itu tidak mendapati dalam kenyataan bangunan yang ada dalam benaknya itu. Dia jadi bingung dibuatnya. Sebab di tempat yang ditunjuk oleh lelaki yang ditanya tadi tidak ada bangunan megah yang mirip istana. Memang ada pohon kurma tetapi cuman sebatang. Di bawah pohon kurma, tampak seorang lelaki bertubuh tinggi besar memakai jubah kusam. Lelaki berjubah kusam itu tampak tidur-tiduran ayam atau mungkin juga sedang berdzikir. Yahudi itu tidak punya pilihan selain mendekati lelaki yang bersender di bawah batang kurma, “Maaf, saya ingin bertemu dengan Umar bin Khattab,” tanyanya.
    Lelaki yang ditanya bangkit, “Akulah Umar bin Khattab.”
    Yahudi itu terbengong-bengong, “Maksud saya Umar yang khalifah, pemimpin negeri ini,” katanya menegaskan.
    “Ya, akulah khalifah pemimpin negeri ini,” kata Umar bin Khattab tak kalah tegas.
    Mulut Yahudi itu terkunci, takjub bukan buatan. Jelas semua itu jauh dari bayangannya. Jauh sekali kalau dibandingkan dengan para rahib Yahudi yang hidupnya serba wah. Itu baru kelas rahib, tentu akan lebih jauh lagi kalau dibandingkan dengan gaya hidup rajanya yang sudah jamak hidup dengan istana serba gemerlap.
    Sungguh sama sekali tidak terlintas di benaknya, ada seorang pemimpin yang kaumnya tengah berjaya, tempat istirahatnya cuma dengan menggelar selembar tikar di bawah pohon kurma beratapkan langit lagi.
    “Di manakah istana tuan?” tanya si Yahudi di antara rasa penasarannya.
    Khalifah Umar bin Khattab menuding, “Kalau yang kau maksud kediamanku maka dia ada di sudut jalan itu, bangunan nomor tiga dari yang terakhir.”
    “Itu? Bangunan yang kecil dan kusam?”
    “Ya! Namun itu bukan istanaku. Sebab istanaku berada di dalam hati yang tentram dengan ibadah kepada Allah.”
    Yahudi itu tertunduk. Hatinya yang semula panas oleh kemarahan karena ditimbuni berbagai rasa tidak puas hingga kemarahannya memuncak, cair sudah. “Tuan, saksikanlah, sejak hari ini saya yakini kebenaran agama Tuan. Ijinkan saya menjadi pemeluk Islam sampai mati.”
    Mata si Yahudi itu terasa hangat lalu membentuk kolam. Akhirnya satu-persatu tetes air matanya jatuh.
    ***
    Diambil dari : http://oaseislam.com
     
  • erva kurniawan 1:19 am pada 11 Oktober 2011 Permalink | Balas
    Tags: , , , , ,   

    Bening Hati Berbalas Surga
    Suatu hari, Rasulullah sedang duduk di masjid dikelilingi para sahabat. Beliau tengah mengajarkan ayat-ayat Qur’an. Tiba-tiba Rasulullah berhenti sejenak dan berkata,”Akan hadir diantara kalian seorang calon penghuni surga”. Para sahabat pun bertanya-tanya dalam hati, siapakah orang istimewa yang dimaksud Rasulullah ini?. Dengan antusias mereka menunggu kedatangan orang tersebut. Semua mata memandang ke arah pintu.
    Tak berapa lama kemudian, seorang laki-laki melenggang masuk masjid. Para sahabat heran, inikah orang yang dimaksud Rasulullah? Dia tak lebih dari seorang laki-laki dari kaum kebanyakan. Dia tidak termasuk di antara sahabat utama. Dia juga bukan dari golongan tokoh Quraisy. Bahkan, tak banyak yang mengenalnya. Pun, sejauh ini tak terdengar keistimewaan dia.
    Ternyata, kejadian ini berulang sampai tiga kali pada hari-hari selanjutnya. Tiap kali Rasulullah berkata akan hadir di antara kalian seorang calon penghuni surga, laki-laki tersebutlah yang kemudian muncul.
    Maka para sahabat pun menjadi yakin, bahwa memang i-laki itulah yang dimaksud Rasulullah. Mereka juga menjadi semakin penasaran, amalan istimewa apakah yang dimiliki laki-laki ini hingga Rasulullah menjulukinya sebagai calon penghuni surga?
    Akhirnya, para sahabat pun sepakat mengutus salah seorang di antara mereka untuk mengamati keseharian laki-laki ini. Maka pada suatu hari, sahabat yang diutus ini menyatakan keinginannya untuk bermalam di rumah laki-laki tersebut. Si laki-laki calon penghuni surga mempersilakannya.
    Selama tinggal di rumah laki-laki tersebut, si sahabat terus-menerus mengikuti kegiatan si laki-laki calon penghuni surga. Saat si laki-laki makan, si sahabat ikut makan. Saat si laki-laki mengerjakan pekerjaan rumah, si sahabat menunggui. Tapi ternyata seluruh kegiatannya biasa saja. “Oh, mungkin ibadah malam harinya sangat bagus,” pikirnya. Tapi ketika malam tiba, si laki-laki pun bersikap biasa saja. Dia mengerjakan ibadah wajib sebagaimana biasa. Dia membaca Qur’an dan mengerjakan ibadah sunnah, namun tak banyak. Ketika tiba waktunya tidur, dia pun tidur dan baru bangun ketika azan subuh berkumandang.
    Sungguh, si sahabat heran, karena ia tak jua menemukan sesuatu yang istimewa dari laki-laki ini. Tiga malam sang sahabat bersama sang calon penghuni surga, tetapi semua tetap berlangsung biasa. Apa adanya.
    Akhirnya, sahabat itu pun pun berterus terang akan maksudnya bermalam. Dia bercerita tentang pernyataan Rasulullah. Kemudian dia bertanya, “Wahai kawan, sesungguhnya amalan istimewa apakah yang kau lakukan sehingga kau disebut salah satu calon penghuni surga oleh Rasulullah? Tolong beritahu aku agar aku dapat mencontohmu”.
    Si laki-laki menjawab, “Wahai sahabat, seperti yang kau lihat dalam kehidupan sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun ada satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan padamu. Setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang menyakitiku dan kubuang semua iri, dengki, dendam dan perasaaan buruk kepada semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki demikian.”
    Mendengar penjelasan itu, wajah sang sahabat menjadi berseri-seri. “Terima kasih kawan atas hikmah yang kau berikan. Aku akan memberitahu para sahabat mengenai hal ini”. Sang sahabat pun pamit dengan membawa pelajaran berharga.
    Diambil dari : http://oaseislam.com
     
    • lina 2:25 pm pada 16 November 2011 Permalink

      izin copas y
    • Dinia 12:49 pm pada 19 Desember 2011 Permalink

      ijin copy juga ya…^^
  • erva kurniawan 1:50 am pada 10 Oktober 2011 Permalink | Balas
    Tags: , , , , ,   

    Kisah Abu Dzar r.a, Pejuang Sebatang Kara
    Abu Dzar al-Ghiffari ra. sebelum memeluk Islam adalah seorang perampok para kabilah di padang pasir, berasal dari suku Ghiffar yang terkenal dengan sebutan binatang buas malam dan hantu kegelapan. Hanya dengan hidayah Allah akhirnya ia memeluk Islam (dalam urutan kelima atau keenam), dan lewat dakwahnya pula seluruh penduduk suku Ghiffar dan suku tetangganya, suku Aslam mengikutinya memeluk Islam.
    Disamping sifatnya yang radikal dan revolusioner, Abu Dzar ternyata seorang yang zuhud (meninggalkan kesenangan dunia dan mengecilkan nilai dunia dibanding akhirat), berta’wa dan wara’ (sangat hati-hati dan teliti). Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tidak ada di dunia ini orang yang lebih jujur ucapannya daripada Abu Dzar”, dikali lain beliau SAW bersabda, “Abu Dzar — diantara umatku — memiliki sifat zuhud seperti Isa ibn Maryam”.
    Pernah suatu hari Abu Dzar berkata di hadapan banyak orang, “Ada tujuh wasiat Rasulullah SAW yang selalu kupegang teguh. Aku disuruhnya agar menyantuni orang-orang miskin dan mendekatkan diri dengan mereka. Dalam hal harta, aku disuruhnya memandang ke bawah dan tidak ke atas (pemilik harta dan kekuasaan)). Aku disuruhnya agar tidak meminta pertolongan dari orang lain. Aku disuruhnya mengatakan hal yang benar seberapa besarpun resikonya. Aku disuruhnya agar tidak pernah takut membela agama Allah. Dan aku disuruhnya agar memperbanyak menyebut ‘La Haula Walaa Quwwata Illa Billah’. “
    Dipinggangnya selalu tersandang pedang yang sangat tajam yang digunakannya untuk menebas musuh-musuh Islam. Ketika Rasulullah bersabda padanya, “Maukah kamu kutunjukkan yang lebih baik dari pedangmu? (Yaitu) Bersabarlah hingga kamu bertemu denganku (di akhirat)”, maka sejak itu ia mengganti pedangnya dengan lidahnya yang ternyata lebih tajam dari pedangnya.
    Dengan lidahnya ia berteriak di jalanan, lembah, padang pasir dan sudut kota menyampaikan protesnya kepada para penguasa yang rajin menumpuk harta di masa kekhalifahan Ustman bin Affan. Setiap kali turun ke jalan, keliling kota, ratusan orang mengikuti di belakangnya, dan ikut meneriakkan kata-katanya yang menjadi panji yang sangat terkenal dan sering diulang-ulang, “Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak. Mereka akan diseterika dengan api neraka, kening dan pinggang mereka akan diseterika dihari kiamat!”
    Teriakan-teriakannya telah menggetarkan seluruh penguasa di jazirah Arab. Ketika para penguasa saat itu melarangnya, dengan lantang ia berkata, “Demi Allah yang nyawaku berada dalam genggaman-Nya! Sekiranya tuan-tuan sekalian menaruh pedang diatas pundakku, sedang mulutku masih sempat menyampaikan ucapan Rasulullah yang kudengar darinya, pastilah akan kusampaikan sebelum tuan-tuan menebas batang leherku”
    Sepak terjangnya menyebabkan penguasa tertinggi saat itu Ustman bin Affan turun tangan untuk menengahi. Ustman bin Affan menawarkan tempat tinggal dan berbagai kenikmatan, tapi Abu Dzar yang zuhud berkata, “aku tidak butuh dunia kalian!”.
    Akhir hidupnya sangat mengiris hati. Istrinya bertutur, “Ketika Abu Dzar akan meninggal, aku menangis. Abu Dzar kemudian bertanya, “Mengapa engkau menangis wahai istriku? Aku jawab, “Bagaimana aku tidak menangis, engkau sekarat di hamparan padang pasir sedang aku tidak mempunyai kain yang cukup untuk mengkafanimu dan tidak ada orang yang akan membantuku menguburkanmu”.
    Namun akhirnya dengan pertolongan Allah serombongan musafir yang dipimpin oleh Abdullah bin Ma’ud ra (salah seorang sahabat Rasulullah SAW juga) melewatinya. Abdullah bin Mas’ud pun membantunya dan berkata, “Benarlah ucapan Rasulullah!. Kamu berjalan sebatang kara, mati sebatang kara, dan nantinya (di akhirat) dibangkitkan sebatang kara”.
    ***
    (Sumber tulisan oleh : NN, dengan beberapa edit oleh Penjaga Kebun Hikmah)
    from kebunhikmah.com
     
  • erva kurniawan 1:35 am pada 9 Oktober 2011 Permalink | Balas
    Tags: , , , , ,   

    Kesejahteraan Hidup Boleh Dicari, Asalkan..
    Seorang arif melihat setan dalam keadaan telanjang di tengah-tengah masyarakat. “Hai makhluk yang tak punya malu, mengapa kamu telanjang di hadapan manusia?” tegur sang arif. “Mereka bukan manusia, mereka kera.” Sesungguhnya sudah sejak lama Al-Ghazali menulis dalam Ihya`, Dzahaban naas wa baqiyan nasnaas (Telah pergi manusia, yang tertinggal hanya kera) “Jika kamu ingin melihat manusia, ikutlah aku ke pasar,” lanjut sang setan.
    Orang arif itu lalu pergi bersama setan ke pasar. Sesampainya di pasar, setan itu menjelma seorang laki-laki dan langsung menuju ke toko yang paling besar. Toko itu hanya menjual permata yang berkualitas tinggi dengan harga yang amat mahal.
    “Coba lihat permata itu,” kata setan kepada pemilik toko sambil menunjuk permata yang paling besar. Pemilik toko mengambil permata itu lalu menyerahkannya kepada setan. Ketika permata berpindah ke tangan setan, pemilik toko mendengar muadzin menyerukan: hayya `alash sholaah (Marilah salat) Pemilik toko segera mengambil kembali permatanya. “Kamu pasti setan. Tak ada yang datang pada waktu seperti ini kecuali setan,” kata pemilik toko. Kemudian ia mengusir si setan. Setelah setan pergi, ia lalu menghancurkan permata itu dengan batu.
    “Permata ini tidak ada berkahnya,” kata pemilik toko. Kemudian ia keluar untuk salat.
    Allah berfirman: “Laki-laki yang perniagaan dan jual beli tidak dapat melalaikannya dari mengingat Allah.” (QS An-Nur, 24:37)
    Dalam surat Al-Muzzammil, Allah menyejajarkan para pedagang dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Dan orang-orang yang berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang-orang lain yang berperang di jalan Allah. (QS Al-Muzzammil, 73:20)
    Perdagangan untuk mencari kesejahteraan di dunia tidaklah tercela. Sebaik-baik urusan dunia adalah yang dapat menjadi tunggangan menuju akhirat. Adapun yang tercela adalah jika kita selalu tenggelam dalam urusan keduniaan, hati kita selalu terikat pada dunia sehingga kita melalaikan hak-hak dan perintah-perintah Allah. Yang terpuji adalah hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan. Hidup berlebih-lebihan membuat seseorang terlambat masuk surga.
    Seorang bermimpi melihat Malik bin Dinar berlomba-lomba dengan Muhammad bin Wasi’ menuju surga. Ia menyaksikan bahwa Muhammad bin Wasi` akhirnya dapat mendahului Malik bin Dinar. Orang itu kemudian bertanya mengapa demikian kejadiannya, karena menurut perkiraannya Malik bin Dinar bakal menang. Kaum salihin menjawab bahwa ketika meninggal dunia Muhammad bin Wasi’ hanya meninggalkan sepotong pakaian, sedang Malik meninggalkan dua potong pakaian.
    Jika seorang arif seperti Malik bin Dinar dapat tertinggal hanya karena pakaian, lalu bagaimana dengan kita. Lemari kita penuh dengan pakaian, dan kita pun masih merasa belum cukup.
    Ya Allah, jadikanlah kami puas dengan rezeki yang Engkau karuniakan. Berkahilah apa yang telah Engkau berikan. Dan jangan jadikan (bagi kami) dunia sebagai puncak perhatian dan pengetahuan. (I:511)
    ***
    Habib Muhammad bin Hadi bin Hasan bin Abdurrahman Asseqaf, Tuhfatul Asyraf, Kisah dan Hikmah
     
    • annisa 8:15 am pada 14 Oktober 2011 Permalink

      Subhanallah… ternyata banyak jika kita harta mungkin terlihat baik di dunia tetapi akang sengsara di akherat jika kita salah memanagenya.., karena itu marilah kita hidup sederhana.. biar lebih cepat menuju Syurga-Nya.. .aammiinn..
  • erva kurniawan 1:28 am pada 8 Oktober 2011 Permalink | Balas  

    Menangkap Peluang Kebajikan
    Oleh: Muhammad Nuh
    Hidup kadang tak ubahnya seperti merawat bunga mahal. Perlu ketelitian dan kesabaran agar bunga tetap indah. Sedikit saja sembrono, bukan saja bunga indah menjadi layu. Tapi, penyakitnya bisa menular ke bunga lain.
    Ada yang gelisah ketika sampai tiga kali Rasulullah saw. menyebut akan datang ahli surga. Dan tiga kali pula orang yang datang selalu dia. Beliau adalah Saad bin Abi Waqash. Kegelisahan pun menjadikan Abdullah bin Umar menyatakan diri ingin bertandang ke rumah Saad.
    Satu hari ia bermalam di rumah Saad, tapi hasilnya biasa-biasa saja. Tidak ada ibadah istimewa yang berbeda dengan yang biasa diamalkan para sahabat lain. Hingga lebih dari dua malam, Ibnu Umar terus terang. “Saya cuma ingin tahu, amal istimewa apa yang Anda lakukan hingga Rasul menyebut Anda ahli surga,” begitulah kira-kira ucap putera Umar bin Khathab ini.
    Saad dengan tanpa sedikit pun merasa bangga mengatakan, “Tidak ada perbuatan ibadah saya yang istimewa. Kecuali, tiap menjelang tidur, saya selalu membersihkan hati saya dari hasad, kecewa, dan benci dengan semua saudara mukmin selama pagi hingga malam. Itu saja!” Seperti itulah jawaban Saad. Sederhana, tapi istimewa.
    Berbeda dengan Ibnu Umar, Thalhah pun pernah gelisah. Beliau khawatir kalau sebuah ayat yang baru saja turun berkenaan dengan dirinya. Ayat itu berbunyi, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui.” (QS. 3: 92)
    Soalnya, ada satu kebun kurma subur milik Thalhah yang begitu menambat hatinya. Hampir tiap hari ia berkunjung ke situ. Shalat Zuhur dan Ashar di situ, tilawah dan zikir pun di kebun indah itu. Ia nikmati kicauan burung, dan pemandangan sejuk hijaunya dedaunan kurma.
    Menariknya, kegelisahan itu tidak ia tanyakan ke Rasulullah. Tapi, langsung ia infakkan buat jalan dakwah. Ia nyatakan di hadapan Rasul kalau kebun kesayangannya itu diwakafkan buat kepentingan perjuangan Islam. Subhanallah!
    Begitulah para sahabat Rasul. Mereka begitu gelisah ketika diri belum berhasil menangkap peluang kebaikan. Padahal, peluang itu sudah ditawarkan melalui ayat Alquran yang baru saja turun atau ucapan Rasul. Kegelisahan itu belum akan sembuh hingga mereka benar-benar telah mengambil peluang itu dengan sebaik-baiknya.
    Itulah sikap ihsan yang dicontohkan para sahabat dalam menata diri. Mereka begitu menjaga mutu amal agar tetap the best. Selalu terdepan. Tidak heran jika semangat fastabiqul khairat atau lomba berbuat baik begitu memasyarakat di kalangan sahabat Rasul.
    Mereka seperti terbingkai dalam sebuah ayat Alquran tentang generasi pewaris Nabi. Dalam surah Faathir ayat 32. “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu, di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”
    Sikap ihsan itulah yang menjadikan para sahabat Rasul selalu punya hubungan harmonis dengan Yang Maha Penyayang, Allah swt. Hati mereka begitu terpaut dengan mutu ibadah yang serba terbaik. Tidak heran jika berkah kemenangan selalu memancar di tiap sepak terjang perjuangan mereka. Siapa pun yang mereka lawan. Dan seperti apa pun kendala perjuangan yang mereka hadapi.
    Begitu pun dalam hubungan muamalah sesama manusia. Mereka tidak sedang menyulam benang vertikal sementara tali horisontal terburai. Hubungan kepada Allah selalu the best, dan kepada manusia sangat terawat. Tidak ada hubungan dagang, perjanjian, hidup bertetangga yang cacat.
    Mereka begitu sempurna karena setidaknya ada tiga hal. Pertama, pemahaman dan ketaatan yang begitu utuh terhadap aturan Islam. Mungkin ini wajar karena Islam yang mereka peroleh langsung dari sumbernya yang pertama, Rasulullah saw.
    Kedua, kehausan mereka dengan ilmu selalu berdampak pada perubahan dalam diri dan amal di hadapan manusia. Ini mungkin yang mahal. Mereka belajar Islam bukan buat sekadar ilmu pengetahuan. Apalagi, cuma kliping materi. Tapi, benar-benar sebagai penuntun langkah yang segera mereka ayunkan.
    Dan ketiga, adanya keteladanan dari pihak yang sangat mereka hormati. Inilah yang mungkin langka. Tapi, ini pula yang akhirnya menentukan. Membumi tidaknya sebuah nilai di tengah masyarakat sangat bergantung dari sepak terjang pelopornya. Cocokkah antara ucapan dan perbuatan. Jika klop, nilai akan berkembang pesat. Tapi jika sebaliknya, sebuah nilai hanya sekadar kumpulan pengetahuan yang cuma bagus dalam lemari pajangan.
    Allah swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf: 108)
    ‘Aku dan orang yang mengikutiku’. Itulah simbol keteladanan yang berbuah ketaatan dan semangat kerja yang selalu membara.
    Dalam hal apa pun, Allah swt. meminta hamba-hambaNya untuk selalu ihsan. Termasuk dengan hewan. “Sesungguhnya Allah swt. mewajibkan berbuat baik atas segala sesuatu. Apabila kamu membunuh, hendaknya membunuh dengan cara yang baik. Dan jika menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik: menajamkan pisau dan menyenangkan hewan sembelihan itu.” (HR. Muslim)
    ***
    dakwatuna.com
     
  • erva kurniawan 1:52 am pada 4 Oktober 2011 Permalink | Balas  

    Saat – saat Kritis Umar ra dan Wasiatnya
    Disebutkan bahwa Umar ra ditikam setelah mengatakan, “Dirikanlah shaf – shaf kalian!” kepada orang – orang di masjid dan baru hendak melakukan takbhiratul-ihram. Akibat tikaman itu Umar roboh. Umar pun digotong menuju rumahnya. Saat itu matahari hampir terbit. Abdurrahman langsung menggantikan Umar ra mengimami shalat subuh dengan membaca surat pendek pada kedua rakaatnya.
    Dalam waktu yang kritis itu, orang – orang segera memberikan nabiz kepada Umar. Namun, nabiz yang diminumkan itu keluar lewat luka – luka bekas tikaman. Mereka pun lalu meminumkan susu, tapi susu itu juga keluar dari lukanya. Melihat demikian orang – orang menenangkanya, “Tak ada yang perlu engkau khawatirkan.”
    Umar pun berkata, “Tentu, sebab sekiranya ada yang pelu dikhawatirkan karena pembunuhan, pasti sekarang aku sudah mati terbunuh!”
    “Demi Allah!” Umar melanjutkan perkataannya, “Aku ingin, ketika aku meninggalkan dunia ini, aku berada dalam keadaan dengan rezeki apa adanya. Tiada kewajiban yang harus aku bayar dan hak yang harus kuambil. Sungguh persahabatanku dengan Rasulullah saw, suci murni.”
    Saat itu terdengar Ibnu Abbas ra memuji Umar. Umar ra berkata, “Seandainya aku memiliki emas sepenuh bumi ini, sungguh akan aku pergunakan untuk menebus diriku dari malapetaka hari kiamat. Adapun perkara kekhalifahan, aku serahkan pada permusyawaratan Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, az-Zubair ibnul Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. “
    Umar ra pun memerintahkan Shuhaib untuk mengimami shalat. (mungkin maksudnya shalat Dhuhur dst-pen)
    Dalam saat – saat kritis itu, Umar juga mengatakan, “Segala puji bagi Allah, yang telah tidak menentukan kematianku di tangan orang yang mengaku dirinya muslim.” Umar kemudian memanggil putranya, Abdullah dan berkata, “Wahai Abdullah, periksalah berapa jumlah hutangku semua!” Setelah dihitung, ternyata jumlah hutang Umar sebanyak 86 ribu atau sekitar itu. Maka Umar berkata, “ Jika harta keluarga Umar cukup untuk menutupi utang – utang tersebut, bayarlah dengan harta mereka! Namun bila tidak cukup, tolong minta sisanya kepada bani Addi. Dan bila masih tidak cukup juga, tolong minta kepada kaum Quraisy!”
    Umar kemudian menyuruh Abdullah, “Dan sekarang, wahai Abdullah, pergilah kamu menjumpai Ummul Mukminin, Aisyah, dan katakan kepadanya bahwa Umar mohon diizinkan untuk dimakamkan bersama kedua sahabatnya (Rasulullah saw dan Abu Bakar ra).”
    Abdullah segera menemui Aisyah ra dan menyampaikan pesan ayahnya. Aisyah pun berkata, “Sebenarnya, tempat itu ingin kuperuntukkan untuk diriku sendiri, akan tetapi pada hari ini aku lebih mengutamakan Umar daripada diriku.”
    Abdullah kemudian kembali kepada ayahnya untuk memberitahukan baahwa Ummul Mukminin memperkenankan permintaanya. Mendengar hal itu, Umar mengucapkan. “Alhamdulillah.” Ketika itu ada salah seorang yang hadir di sana dan mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin, angkat dan wasiatkanlah bagi kami seorang khalifah penggantimu!”
    Umar menjawab, “Aku tidak melihat seorangpun yang lebih pantas dalam masalah ini selain beberapa orang yang pada saat Rasulullah saw wafat, beliau ridha terhadap mereka.” Umar ra lantas menyebutkan enam nama sahabat, yaitu Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, az-Zubair ibnul Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqash.
    Ikut hadir bersama mereka Abdullah bin Umar, akan tetapi ia tidak menentukan apa – apa dalam perkara ini.
    Selain itu Umar ra juga mewasiatkan seperempat dari hartanya. Wasiat Umar kepada Khalifah Sesudahnya Aku wasiatkan kepadamu untuk bertakwa kepada Allah swt. Yang tiada sekutu bagi-Nya. Aku wasiatkan kepadamu agar memperlakukan kaum Muhajirin yang terdahulu dengan baik, yaitu dengan menghormati mereka karena hijrah mereka. Aku wasiatkan agar engkau memperlakukan kaum anshar dengan baik, sambutlah kebaikan mereka dan maafkanlah kesalahan mereka. Aku wasiatkan agar engkau memperlakukan penduduk setiap kota dengan baik karena mereka adalah penolong Islam, pemanas hati musuh, dan pemungut cukai. Janganlah engkau memungut pajak mereka jika kalau karena kebaikan mereka memberikannya. Aku wasiatkan agar engkau memperlakukan penduduk desa dengan baik karena mereka adalah asal bangsa Arab dan termasuk Maddatul Islam. Hendaklah engkau mengambil yang berlebih dari harta benda orang – orang kaya diantara mereka untuk kemudian engkau serahkan kepada fakir miskin diantara mereka. Aku wasiatkan agar engkau memperlakukan ahludz dzimmah (kafir zimmi) dengan baik, membela mereka dari serangan musuh mereka, dan jangan engkau membebani mereka dengan sesuatu yang diluar kemampuan mereka. Lakukan hal itu bila mereka menunaikan kewajiban kepada kaum muslimin baik secara suka rela maupun terpaksa. Aku wasiatkan kepadamu untuk bertakwa kepada Allah, berhati – hatilah dari –Nya dan takut akan murka – Nya. Aku wasiatkan kepadamu agar takut kepada Allah dalam menjaga hak manusia dan jangan takut kepada manusia dalam menjaga hak Allah swt. Aku wasiatkan kepadamu agar berlaku adil kepada rakyat. Curahkanlah pikiran, tenaga, dan waktumu untuk memenuhi kebutuhan mereka, serta janganlah engkau lebih mengutamakan si kaya daripada si miskin. Semua itu adalah pemberi ketentraman bagi hatimu dan penghapus dosamu. Kebaikan akan menjadi balasan perbuatanmu itu. Aku perintahkan engkau untuk bertindak tegas dalam masalah yang menyangkut perintah, batasan – batasan, larangan – larangan Allah, baik kepada orang yang dekat maupun orang yang jauh denganmu. Jangan engkau kasihani seorangpun yang menyalahi perintah Allah karena bila itu terjadi, maka engkau telah ikut melanggar kehormatan Allah, sama sepertinya. Bersikaplah sama rata kepada semua orang, dan jangan sampai celaan orang yang mencela memalingkan engkau dari jalan Allah. Janganlah sekali – sekali engkau menunjukan rasa suka dan bersikap lebih mendahulukan kepentingan diri sendiri daripada orang lain pada harta rampasan yang diamanahkan Allah kepadamu untuk orang – orang mukmin. Hal itu akan membuatmu bertindak aniaya dan zalim dan dengan begitu engkau telah mengharamkan kepada dirimu sendiri dari apa yang telah Allah halalkan untukmu. Sesungguhnya engkau telah berada di salah satu kedudukan dunia dan akhirat. Bila dalam kehidupan duniamu engkau berusaha berpaling dan zuhud dari hal – hal yang dihalalkan oleh Allah kepadamu, berarti engkau telah mengerjakan iman dan ridha di dunia. Namun jika hawa nafsu dapat mengalahkanmua, maka engau telah mengerjakan yang dimurkai Allah. Aku wasiatkan kepadamu, jangan engkau izinkan dirimu, begitu pula selain dirimu untuk menzalimi ahludz dzimmah. Aku wasiatkan kepadamu, menganjurkan, dan menasehatimu untuk mencari keridhaan Allah dan keberuntungan di akhirat. Akau pilih menunjukimu dengan hal – hal yang juga aku pakai untuk menunjuki dan juga anaku. Sekiranya engkau melaksanakan nasehatku dan menjalankan perintahku, maka engkau akan memperoleh bagian yang berlimpah dan keuntungan yang memadai. Namun jika engkau tidak menerima dan tidak peduli akan nasihatku, dan juga tidak bermusyawarah dengan orang lain untuk – masalah – masalah besar yang karenanya Allah akan ridha padamu, sesungguhnya yang demikian adalah suatu aib dirimu. Padahal pendapatmu sendiri belum tentu benar karena hawa nafsumu ikut serta di sana. Peminpin segala dosa adalah iblis, ialah yang menyerukan kebinasaan. Iblislah yang telah menyesatkan dan menggiring generasi – generasi terdahulu ke dalam neraka. Akan menjadi yang paling buruk bila seseorang berlindung kepada musuh Allah, musuh yang menyeru untuk bermaksiat kepada-Nya. Tunggangilah kebenaran dan ceburkan dirimu dalam kesusahpayahan menuju kebenaran. Jadilah engkau penasihat bagi dirimu sendiri. Demi Allah, aku berharap ketika engkau berdoa, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kaum muslimin, engkau juga menghormati yang tua, menyayangi anak kecil, serta memuliakan ulama – ulama mereka. Janganlah engkau memukul mereka karena hal itu akan membuat mereka merasa rendah dan terhina. Jangan memonopoli kharaj karena jika itu dilakukan, sama saja engkau menyulut kemarahan mereka. Jangan menghalangi pemberian – pemberian diperuntukkan mereka karena hal itu akan menjatuhkanmu dalam kemiskinan. Jangan mengumpulkan mereka untuk tujuan – tujuan tertentu atau menghalangi mereka untuk kembali kepada keluarga mereka karena hal itu akan memutuskan keturunan mereka. Janganlah engkau membiarkan harta kekayaan mereka berputar di antara orang – orang kaya saja. Buka pintu rumahmu untuk menerima pengaduan mereka, agar yang kuat di antara mereka tidak memakan yang lemah. Inilah wasiatku, dan aku persaksikan kepada Allah keselamatan bagimu.
    ***
    (Sumber : Mahmud al-Humawi, Zuhair. Washaaya wa ‘Izhaat Qiilat fi Aakhiril-Hayaat / Wasiat – wasiat akhir hayat dari Rasulullah, Abu Bakar dll, Jakarta : Gema Insani Press, 2003)
     
  • erva kurniawan 1:57 am pada 30 September 2011 Permalink | Balas
    Tags: , , , , ,   

    Mata Air Hunain 

    Sentuhan Jiwa: Mata Air Hunain
    Berapa pun kali kisah ini dibaca tetap saja, rasa haru menyeruak khususnya saat Rasulullah memberikan tausyiah pada kaum Anshar yang merasa tak dihargai perjuangannya. Saat kaum Anshar cemburu pada Rasulullah yang memberikan ghanimah (harta rampasan perang) amat besar kaumnya (Quraisy) dibandingkan Anshar. Kebersihan hati Kaum Anshar, keridhaan, pengorbanan dan kecintaan mereka atas keputusan Rasulullah ini patut ditiru. Semoga kita dianugerahi hati dan keikhlasan seperti kaum Anshar yang senantiasa menolong agama Allah tanpa pamrih kecuali cinta Allah dan Rasul-Nya semata
    **
    Mata Air Hunain
    Perang Badar baru saja selesai. Namun, peristiwa itu tidak mungkin hilang begitu saja dari benak fikiran para sahabat. Ini karena Badar merupakan pengalaman mereka yang pertama dalam keramaian genderang perang.
    Ketika perang Hunain berakhir dengan kemenangan kaum muslimin, Rasulullah SAW dan kaum muslimin mendapatkan harta rampasan perang yang melimpah. Perang ini berlaku pada tahun ke-8 hijrah. Dengan penaklukan kota Mekah, kaum kuffar Arab akhirnya bergabung, bersedia menyerang kaum muslimin. Bahkan, mereka turut membawa anak isteri mereka juga harta benda yang mereka miliki. Perang yang akan merka tempuh seolah-olah perang pertarungan harga diri sehingga mereka harus membawa semua yang mereka miliki untuk berada dalam kafilah perang mereka.
    Di pihak lain, kaum muslimin yang berjumlah 10 ribu orang anggota yang telah menyerbu dan menakluk kota Mekah sudah bersiap sedia berangkat ke Hunain. Pasukan ini telah pun ditambah dengan dua ribu orang mualaf, orang yang baru masuk Islam dari penduduk Mekah. Sebuah penghormatan dan harga diri kadang kala menjadi suatu yang amat berharga sehingga apaun yang dimiliki dapat dikerahkan untuk mendapatklan kembali harga diri tersebut. Begi

    JANGAN PERNAH BERHENTI UNTUK BELAJAR